Surabaya - TRIBUNNUS, Mustopa Kamal Pasa, adalah Bupati Mojokerto periode 2010 – 2015 dan 2015 - 2020 yang saat ini telah berstatus terpidana Koruptor 8 tahun penjara dalam kasus Korupsi suap sebesar Rp2.750.000.000 (dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) terkait pemberian izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG), dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protellndo) di wilayah Kabupaten Mojokerto pada tahun 2015.
“Terpidana Musofa Kamal Pasa, mantan Bupati Mojokerto tak jujur di persidangan saat menjadi saksi untuk terdakwa Zainal Abidin (Kepala Dinas PU) terkait pertemuannya dengan Hendarwan Maruszama anak almarhum Marwan Effendi”.
Pada tahun 2018, KPK menyeret Mustopa Kamal Pasa atau yang biasa disapa si MKP ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa Korupsi bersama mantan Wakil Bupati Malang Achmad Subhan, Onggo Wijaya selaku Direktur Pemasaran PT Protelindo, Ockyanto dari PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Group, Nabiel Titawano selaku penyedia Jasa di PT Tower Bersama Group dan Ahmad Suhawi.
Pada Senin, tanggal 21 Januari 2019, si Mustofa Kamal Pasa dijatuhi hukuman (Vonis) pidana penjara selama 8 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dari 12 tahun tuntutan JPU KPK (Jum'at, 28 Desember 2018). Dan saat ini si Mustofa Kamal Pasa juga berstatus tersangka dalam kasus dugaan TPPU (Tindak Pidana Korupsi).
Anehnya, sekalipun sudah berstatus sebagai terpidana dalam kasus Korupsi, ternyata si Mustofa Kamal Pasa tidak jujur dan tidak berterus terang dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terkait pertemuannya denngan Hedrawan Maruszm, selaku Komisari PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) di rumah (“almarhum”) Marwan Effendi yang saat itu menjabat sebagai Jamwas Kejaksaan Agung RI pada tahun 2015.
Sementara Hedrawan Maruszma, saat ini berstatus terpidana penjara selama 2 tahun dalam kasus Korupsi suap Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 - 2015. Dan dalam kasus ini, Hendarwan Maruszama bisa jadi terseret.
Saksi Mustopa Kamal Pasa yang berstatus terpidana ini dihadirkan Tim JPU KPK Joko Hermawan, Dodi Sukmono dan Andhi Kurniawan kepersidangan (Kamis, 30 Juli 2020) sebagai saksi untuk terdakwa Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto dalam perkara Korupsi suap fee proyek pada tahun 2015-2016 sebesar Rp1.270.000.000 dari Hendarwan Maruszama selaku Komisari PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK).
Kamis, 30 Juli 2020, sidang perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 39/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Sby dengan terdakwa Zaenal Abidin, digelar di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo dengan agenda pemeriksaan (mendengarkan keterangan) saksi yang dihadirkan JPU KPK yang diketuai oleh Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) hakim anggota (Ad Hock), yaitu DR. Andriano, SH., MH dan John Desta, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Wantiyah, SH. Sementara terdakwa didampingi Tim Penasehat Hukumnya yang terdiri dari Ben Hardjon, Nanik Nurhayati dan M. Tahir..
Dihadapan Majelis Hakim, Mustopa Kamal Pasa menjawab pertawaan JPU KPK Joko Hermawan terkait pertemuannya dengan Hendarwan Maruszama mengatakan, hanya bertemu sekali dirumah orang tuanya saat ada acara pernikahan.
“Saya hanya pernah bertemu sekali di Jakarta. Saat orang tuanya ada acara kawinan,’’ jawab MPK dengan yakin.
Keterangan Mustofa Kamal Pasa dalam persidangan kali ini justru bertolak belakang dengan BPA (Berita Acara Pemeriksaan) saat memberikan keterangan di penyidik KPK di rutan Medaeng pada 4 Juli 2019.
Dalam keterangannya di BAP menjelaskan, bahwa Ia (Mustofa Kamal Pasa) bertemu beberapakali dengan Hendarwan Maruszama anak kandung mantan Jamwas Kejagung RI Alm. Marwan Effendi.
Karena Mustopa Kamal Pasa tak jujur, JPU KPK pun membacakan BAP, dan menunjukan paraf serta tandatangannya. Naun si Mostopa Kamal Pasa justru menarik keterangannya dalam BAP tersebut. Alasannya saat memberikan keterangan di penyidik KPK karena pikrannya banyak beban.
“Saat itu pikiran saya banyak beban,”.
JPU KPK terutama Majelis Hakim pun seketika itupun mara mendengar keterangan si Mustopa Kamal Pasa yang dianggap tak jujur dan tidak berterus terang serta menarik keterangannya dalam BAP yang ditandatanganinya dengan sadar tanpa ada tekanan atau paksaan.
Kemarahan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman bukan tidak beralasan. Menurutnya, bahwa kepala daerah selalu terlibat dalam pengaturan proyek.
“Kalau sebagai Top Manager, tidak cawe-cawe, maka tidak logis. Bukan saya benci ke saudara. Tapi saya sangat benci ke orang yang berbohong. Sebagai Decision Maker, masak saudara hanya duduk di menara gading saja. Kok tidak masuk akal,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Yang dibantah si Mustopa Kamal Pasa ini bukan hanya pertermuannya dengan Hendarwan Maruszma, melainkan keterlibatannya dalam pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mojokerto. Menurutnya, semua proyek di Dinas PU berjalan secara prosedur.
“Semua proyek berjalan sesuai dengan prosedur,” jawab Mustopa Kamal Pasa.
Mendengar keterangan Mustopa Kamal Pasa yang dianggap terus berbelit-belit dan tidak berterus terang, Ketua Majelis Hakim Dede kembali mengingatkan Mustopa Kamal Pasa agar memberikan keterangan yang jujur.
“Saudara yang jujur supaya proses persidangan ini segera tuntas,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Anehnya, peringatan dari Ketua Majelis Hakim bukannya membuat Mustopa Kamal Pasa lebih jujur melainkan tak memperdulikannya. Mustopa Kamal Pasa tetap bersikeras jika keterangannya dalam persidangan sudah final dan penuh kejujuran.
Ulah Mustopa Kamal Pasa pun membangkitkan amarah Ketua Majelis Hakim dan memerintahkan JPU KPK untuk menindaklanjuti keterangan Mustopa Kamal Pasa sebagai keterangan palsu, yang diatur dalam pasal 242 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
“Saudara Jaksa, ini perintah Majelis. Segera tindaklanjuti dengan pasal kesaksian palsu,” perintah Ketua Majelis Hakim kepada JPU KPK.
Pun demikian, Mustopa Kamal Pasa tetap tak bergeming. Ia hanya menjelaskan, bahwa kedekatannnya dengan Hendarwan Maruszama, karena ada pesan dari orang tuanya (Marwan Effendi).
“Saat itu, Pak Marwan berpesan. Titip adikmu,” kata Mustopa Kamal Pasa menirukan pesan dari alm. Marwan Effendi.
Saat JPU KPK dan Majelis Hakim kembali menanyakan Mustopa Kamal Pasa terkait permintaan proyek oleh Hendarwan Maruszama kepada Mustopa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokrto, itupun tak diakuinya.
“Tak pernah,” kata Mustopa Kamal Pasa. Menurutnya, proses lelang proyek di Kabupaten Mojokerto sesuai prosedur selama pemerintahannya.
Lagi-lagi Mustopa Kamal Pasa tak mengakuinya. Pada hal dalam BAP, Mustopa Kamal Pasa menjelaskan, bahwa Hendarwan Maruszama meminta proyek kepada dirinya.
Mendengar keterangan Mustopa Kamal Pasa, anggota Majelis Hakim DR. Andriano pun kesal dibuat. Bahkan DR. Andriano mengatakan, untuk dikonfrontir dengan Hendarwan. Namun Mustopa Kamal Pasa lagi-lagi tak bergeming dengan keterangannya.
Ketidak jujuran Mustopa Kamal Pasa untuk kesikian kalinya kembali terulang saat JPU KPK dan Mejelis Hakim menanyakan terkait aliran fee proyek yang diterima saksi Mustopa Kamal Pasa. Mustopa Kamal Pasa mengatakan tidak pernah.
Pada hal fakta persidangan terungkap, bahwa fee proyek di Dinas PU Kabupaten Mojokerto pada tahun 2015 tidak hanya mengalir mengalir ke Mustopa Kamal Pasa selaku Bupati. Selain ke Mustopa Kamal Pasa, juga mengalir ke Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas PUPPR serta memuncrat juga ke Kejaksaan Negeri Mojokerto.
Pada tahun 2015, Kejaksaan Negeri di Mojokerto hanya ada Satu. Dan baru beberapa tahun belakangan ini menjadi Dua, yaitu Kejaksaan Negeri Kota Mojkerto dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto sesuai alat bukti-bukti yang diperlihatkan JPU KPK kepada Majelis Hakim di persidangan.
Bukti aliran uang “haram” fee proyek tahun 2015 yang diperlihatkan JPU KPK kepada Majelis Hakim adalah berupa laporan pembagian jatah dari E-mail Hendarwan Maruszama (PT Enfys Nusantara Karya) yang dikirim ke orang dekat Mustopa Kamal Pasa yang juga pengusaha kontraktor yakni Erik Aramdo Talla.
Dalam isi E-mail tersebut menyebutkan, dari empat proyek yaitu proyek pembangunan Jalan Randegan - Benjeng, Gresik senilai Rp6,9 milliar, proyek peningkatan jalan Pohjejer - Tumbuk sebesar Rp7,7 milliar, proyek peningkatan jalan Lakardowo - Randegan sejumlah Rp6,2 milliar dan proyek pekerjaan Banjaragung - Sooko sebesar Rp5,2 miliar, ada fee proyek yang mengalir.
Dalam skema pembagian uang haram tersebut, Mustopa Kamal Pasa menerima fee sebesar Rp1.3 milliar yang diberi kode B1 yaitu Bupati. Dan fee untuk Zaenal Abidin sejumlah Rp1,050 miliar dengan kode KD atau Kepala Dinas. Sedangkan kode KJ atau Kejari (Kejaksaan Negeri) sebesar Rp230 juta.
Sekalipun JPU KPK sudah menunjukan bukti kepada Majelis Hakim dalam persidangan, Mutopa Kamal Pasa tetap tak mengakuinya. Mustopa Kamal Pasa mengatakan, tidak pernah menerima apapu dan dari rekanan.
Alasannya, karena penghasilannya sudah cukup besar sebagai pengusaha yang memiliki perusahaan keluarga, yakni PT Musika Group yang terdiri CV Musika, PT Sirkah Purbantara, dan PT Jisoelman Putra Bangsa. Dimana perusahaan-perusahaan tersebut dikelola oleh Ibunda dan adindanya.
Dari keterangannya Mustopa Kamal Pasa, ada yang tidak masuk diakal, yaitu pemberian puluhan bahkan ratusan juta beberapa pejabat dilingkungan Pemda Kab. Mojokerto yang dinilai loyal terhadap dirinya. Diantaranya adalah Mardiasih selaku Sekretaris DPRD sebesar Rp150 juta, Susantoso (Kepala BKPP) sebesar Rp150 juta, Mieke Juli Astuti (Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD)) sebesar Rp150 juta, termasuk dua Kepala Bidang (Kabid) di Dinas PUPR yaitu Anik Mutammimah dan Yuni Laili Faizah.( Yn/Kr ).
Admin 081357848782 (0)