Video polusi udara yang disebabkan debu batubara di conveyor lift.
BANYUASIN,TRIBUNUS.CO.ID - Aktivitas PT. SDJ “Swarnadwipa Dermaga Jaya” (Servo Group) yang berada di wilayah Kabupaten Pali pinggir sungai musi yang berdampak buruk pada lingkungan warga desa tanjung tiga, tanjung pasir, dan desa penandingan Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumsel bukan hanya polusi udara namun, nelayan tradisional sepanjang sungai musi pun sangat dirugikan hal ini sangat membahayakan dan merugikan warga sekitarnya sejauh ini belum ada upaya perbaikan dari pihak PT SDJ dan Perhatian dari Pemerintah Pusat maupun Daerah seperti yang sudah diberitakan beberapa waktu lalu.
Human Resource Departement (HRD) PT SDJ Bapak Narto saat dihubungi mengatakan kalau masalah ini bukan di bidang saya Pak karna di PT SDJ ini saya hanya kalau ada tamu untuk memandu dan masalah konsumsi karyawan maklum pak saya ini karyawan biasa saat tribunus.co.id tanya lalu pada siapa saya harus konfirmasi masalah tersebut ia tidak berani untuk buka mulut takut ia nanti dipecat oleh pimpinan terangnya, Rabu 21/11/2018 Kemarin.
Sementara itu Warga suda sangat menahan diri atas dugaan, PT SDJ tidak melakukan pengolahan water treatment terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Chloride, Tawas dan kapur. Akibatnya limbang buangan tambang menyebabkan sungai musi sarana pembuangan limbah cair berwarna keruh. dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, dan udara , Air Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur.
Limbah pencucian batubara di PT SDJ tersebut mencemari air sungai musi sehingga warna air sungai musi menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut.
Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Seperti berita beberapa waktu lalu:
http://www.tribunus.co.id/2018/10/aktifitas-eksploidtasi-perusahaan.html?m=1
Kepala Humas PT SDJ Yayan Sukandi saat dihubungi lewat sambungan telepon mengklaim kalau SDJ tidak mengeksploitasi kita hanya dermaga batubara menurut Pak Yayan PT SDJ suda memenuhi segala ketentuan perundang undangan dan konsisten dalam konservasi lingkungan, sudah melaksanakan tanggung jawab Sosial terhadap warga sekitar yang berdampak, Kepala humas PT SDJ Yayan Sukandi, berkelit saat tribunus.co.id meminta tanggapan atas berita beberapa waktu lalumengenai dampak lingkungan dan tanggung jawab sosial PT SDJ pada masyarakat yang berdampak.
Yayan, Saya tidak akan menjawab atas pertanyaan sebelum anda mengirimkan Bukti sudah lulus Kompetensi kelit Yayan langsung menutup telepon.!! "Ketika tribunus.co.id lewat sms meminta alamat Email atau akun yang bisa untuk mengirim kan legalitas Kepala Humas PT SDJ tidak membalas sms nya.??
Sementara itu seorang warga desa tanjung tiga Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumsel yang enggan disebutkan namanya, mengatakan sekarang ini dampak pencemaran dari pelabuhan batubara ini sudah sangat terasa, seperti banyaknya warga di desa tanjung tiga ini yang terjangkit penyakit kulit, sesak napas dan struk saya yakin’ kata seorang warga yang setengah baya tersebut.. penyakit ini ditimbulkan oleh aktivitas eksploitasi perusahaan tambang batubara yang ada di seberang desa kita ini karena sebelumnya tidak perena penyakit tersebut mewabah seperti sekarang ini.
Bukan hanya Polusi udara dampak buruknya juga sangat berdampak pada nelayan di sungai musi karena sangat terganggu dengan aktivitas tongkang pembawa batu bara yang lalu-lalang di sepanjang sungai musi tempat warga mencari nafkah menopang perekonomian keluarga.
Ujang warga desa tebing abang kecamatan rantau bayur kabupaten banyuasin sumsel. menuturkan bahwa biasanya kami nyareng ni kalau untuk makan sehari-hari cukup nah dang mak ini hasil nyarengini dak pacak di arab ke lagi akibat tongkang yang eler mudik mengangkut batu bara ini 50% lebih berkurangnya pendapatan kami ini jelasnya. Baca di bagian ini :
http://www.tribunus.co.id/2018/11/dibalik-dana-pad-banyuasin-rekam-jejak.html?m=1
Ditambah kan lagi oleh salah seorang warga yang tinggal di dusun 1 desa tebing abang Dodi (30) saat ini tidak sedikit rumah-rumah yang di pinggir sungai musi ini rusak dan sampai roboh akibat penurunan tanah bantaran sungai musi yang terbawa arus tongkang pembawa batu bara.
Lanjut Dodi, kan kedalamannya tongkang pembawa batu bara itu lima meter sampai sepuluh meter dari permukaan air sungai sementara kedalaman sungai musi ini rata-rata hanya berkisar empat meter saja jelas Dodi pada tribunus.co.id
Sampai saat ini belum ada perhatian dari pihak perusahaan PT Swarna Dwipa Dermaga Jaya, (SDJ) yang sangat merugikan masyarakat baik dari polusi udara maupun dari berkurangnya pendapatan para nelayan tradisional sepanjang sungai musi ini apa lagi dari pemerintah daera Kabupaten banyuasin Sumsel itu asal uang saja jelas Dodi yang bernada kesal.
BANYUASIN,TRIBUNUS.CO.ID - Aktivitas PT. SDJ “Swarnadwipa Dermaga Jaya” (Servo Group) yang berada di wilayah Kabupaten Pali pinggir sungai musi yang berdampak buruk pada lingkungan warga desa tanjung tiga, tanjung pasir, dan desa penandingan Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumsel bukan hanya polusi udara namun, nelayan tradisional sepanjang sungai musi pun sangat dirugikan hal ini sangat membahayakan dan merugikan warga sekitarnya sejauh ini belum ada upaya perbaikan dari pihak PT SDJ dan Perhatian dari Pemerintah Pusat maupun Daerah seperti yang sudah diberitakan beberapa waktu lalu.
Human Resource Departement (HRD) PT SDJ Bapak Narto saat dihubungi mengatakan kalau masalah ini bukan di bidang saya Pak karna di PT SDJ ini saya hanya kalau ada tamu untuk memandu dan masalah konsumsi karyawan maklum pak saya ini karyawan biasa saat tribunus.co.id tanya lalu pada siapa saya harus konfirmasi masalah tersebut ia tidak berani untuk buka mulut takut ia nanti dipecat oleh pimpinan terangnya, Rabu 21/11/2018 Kemarin.
Sementara itu Warga suda sangat menahan diri atas dugaan, PT SDJ tidak melakukan pengolahan water treatment terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Chloride, Tawas dan kapur. Akibatnya limbang buangan tambang menyebabkan sungai musi sarana pembuangan limbah cair berwarna keruh. dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, dan udara , Air Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur.
Limbah pencucian batubara di PT SDJ tersebut mencemari air sungai musi sehingga warna air sungai musi menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut.
Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Seperti berita beberapa waktu lalu:
http://www.tribunus.co.id/2018/10/aktifitas-eksploidtasi-perusahaan.html?m=1
Kepala Humas PT SDJ Yayan Sukandi saat dihubungi lewat sambungan telepon mengklaim kalau SDJ tidak mengeksploitasi kita hanya dermaga batubara menurut Pak Yayan PT SDJ suda memenuhi segala ketentuan perundang undangan dan konsisten dalam konservasi lingkungan, sudah melaksanakan tanggung jawab Sosial terhadap warga sekitar yang berdampak, Kepala humas PT SDJ Yayan Sukandi, berkelit saat tribunus.co.id meminta tanggapan atas berita beberapa waktu lalumengenai dampak lingkungan dan tanggung jawab sosial PT SDJ pada masyarakat yang berdampak.
Yayan, Saya tidak akan menjawab atas pertanyaan sebelum anda mengirimkan Bukti sudah lulus Kompetensi kelit Yayan langsung menutup telepon.!! "Ketika tribunus.co.id lewat sms meminta alamat Email atau akun yang bisa untuk mengirim kan legalitas Kepala Humas PT SDJ tidak membalas sms nya.??
Sementara itu seorang warga desa tanjung tiga Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumsel yang enggan disebutkan namanya, mengatakan sekarang ini dampak pencemaran dari pelabuhan batubara ini sudah sangat terasa, seperti banyaknya warga di desa tanjung tiga ini yang terjangkit penyakit kulit, sesak napas dan struk saya yakin’ kata seorang warga yang setengah baya tersebut.. penyakit ini ditimbulkan oleh aktivitas eksploitasi perusahaan tambang batubara yang ada di seberang desa kita ini karena sebelumnya tidak perena penyakit tersebut mewabah seperti sekarang ini.
Bukan hanya Polusi udara dampak buruknya juga sangat berdampak pada nelayan di sungai musi karena sangat terganggu dengan aktivitas tongkang pembawa batu bara yang lalu-lalang di sepanjang sungai musi tempat warga mencari nafkah menopang perekonomian keluarga.
Ujang warga desa tebing abang kecamatan rantau bayur kabupaten banyuasin sumsel. menuturkan bahwa biasanya kami nyareng ni kalau untuk makan sehari-hari cukup nah dang mak ini hasil nyarengini dak pacak di arab ke lagi akibat tongkang yang eler mudik mengangkut batu bara ini 50% lebih berkurangnya pendapatan kami ini jelasnya. Baca di bagian ini :
http://www.tribunus.co.id/2018/11/dibalik-dana-pad-banyuasin-rekam-jejak.html?m=1
Ditambah kan lagi oleh salah seorang warga yang tinggal di dusun 1 desa tebing abang Dodi (30) saat ini tidak sedikit rumah-rumah yang di pinggir sungai musi ini rusak dan sampai roboh akibat penurunan tanah bantaran sungai musi yang terbawa arus tongkang pembawa batu bara.
Lanjut Dodi, kan kedalamannya tongkang pembawa batu bara itu lima meter sampai sepuluh meter dari permukaan air sungai sementara kedalaman sungai musi ini rata-rata hanya berkisar empat meter saja jelas Dodi pada tribunus.co.id
Sampai saat ini belum ada perhatian dari pihak perusahaan PT Swarna Dwipa Dermaga Jaya, (SDJ) yang sangat merugikan masyarakat baik dari polusi udara maupun dari berkurangnya pendapatan para nelayan tradisional sepanjang sungai musi ini apa lagi dari pemerintah daera Kabupaten banyuasin Sumsel itu asal uang saja jelas Dodi yang bernada kesal.
Mewakili masyarakat desa Tebing Abang Dodi meminta kepada Pemerintah daerah Banyuasin maupun Pemerintah Pusat untuk memperhatikan hak hak kami masyarakat adat yang kecil ini karena yang dirugikan ini kami yang masyarakat kecil ini bukanya Bupati, Camat, Kepala Desa setempat namun yang dirugikan sekarang ini kami yang kecil ini jujur sampai sekarang masih belum juga ada perhatian sedikitpun jadi jangan salahkan kami andai ponton yang membawa batu bara yang lalu lalang di sungai musi tempat kami mencari nafkah tsb kami tidak diperbolehkan lagi untuk lalu lalang tegas Dodi dengan geram (28/01/2020).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusan Bupati Muara Enim
Nomor : 869/KPTS/PERTANAHAN/2010.
Tentang Pemberian Izin Lokasi Untuk Pembangunan Infrastruktur Terminal Batubara Seluas 65 Hektar Terletak di Desa Pe Prambatan Kecamatan Abab Kabupaten Muara Enim Atas Nama PT Swarnadwipa Dermaga Jaya.
Untitled - Situs Resmi JDIH Kabupaten Muara Enim www.jdih.muaraenimkab.go.id›download
KEPUTUSAN BUPATI MUARA ENIM ... Pembangunan Terminal Khusus Batubara berada di Desa Prambatan Kecamatan Abab Kabupaten Muara Enim. Untitled - Situs Resmi JDIH Kabupaten Muara Enim
www.jdih.muaraenimkab.go.id›download
KEPUTUSAN BUPATI MUARA ENIM ... terletak di Desa Prambatan Kecamatan Abab Kabupaten Muara. Enim, Alamat ...
Untitled - Situs Resmi JDIH Kabupaten Muara Enim www.jdih.muaraenimkab.go.id›download
KEPUTUSAN BUPATI MUARA ENIM. NOMOR : 689 /KPTS / PERTANAHAN / 2012 ... Nomor : 006/PHL-ME/11/2012, perihal Permohonan izin lokasi untuk.
peraturan daerah kabupaten muara enim nomor 13 tahun 2012 www.bappeda.muaraenimkab.go.id›download
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUARA ENIM ... Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan ... Bupati adalah Bupati Muara Enim. 4.
Kajian Prasarana Transportasi Kab Muara Enim | Ika Permata Hati …
www.academia.edum›
Kajian_Prasarana_...
1 Kajian Prasarana Transportasi Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan Ika ... Kec Lembak; Kec Sungai Rotan; Kec Penukal Kec Abab; Kec Muara …
Untitled - Situs Resmi JDIH Kabupaten Muara Enim
www.jdih.muaraenimkab.go.id›download
KEPUTUSAN BUPATI MUARA ENIM. NOMOR : 689 /KPTS / PERTANAHAN / 2012 ... Nomor : 006/PHL-ME/11/2012, perihal Permohonan izin lokasi untuk. peraturan daerah kabupaten muara enim nomor 13 tahun 2012 PDF www.bappeda.muaraenimkab.go.id›download
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUARA ENIM ... Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan ... Bupati adalah Bupati Muara Enim. 4.
https://www.scribd.com/document/394187896/No-869-Kpts-Pertanahan-2010
https://www.scribd.com/document/394187652/48687-ID-Direktori-Perusahaan-Konstruksi-2015-Buku-II-Pulau-Jawa-Bali-Nusa-Tenggara-Dan-k
Penyelenggaraan transportasi sungai dan danau yang terkait dengan operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masin terkait dengan perhubungan laut. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antar transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), oleh karena itu diperlukan pedoman yang baku dan tidak saling tumpang tindih kewenangan.
Wacana Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat perlu dialihkan ke Ditjen Perhubungan Laut, merupakan isu yang cukup lama dalam penyempurnaan struktur organisasi guna mengoptimalkan penyelenggaraan transportasi air. Tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat selama ini tidak hanya membina kapal pada pelayaran jarak dekat, tetapi juga jarak jauh.
Dalam domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut. Dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau diatas, maka perlu adanya harmonisasi antara Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut agar keselamatan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius. Dengan adanya permasalahan dan ketentuan tersebut diatas perlu dirumuskan suatu pedoman pedoman di bidang transportasi sungai dan danau agar pelayanan terhadap masyarakat lebih terjamin terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu disusun konsep pedoman di bidang transportasi Sungai dan Danau yang pada umumnya mengacu pada UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO).
Khusus pengadopsian pedoman internasional harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Permasalahan transportasi sungai dan danau bukan merupakan permasalahan yang bersifat parsial, melainkan sebuah pendekatan yang bersifat komprehensif. Hal ini disebabkan karena penyusunan pedoman transportasi sungai dan danau akan mencakup 2 (dua) aspek, yaitu: struktural (kedalam) dan kinerja (keluar). Untuk itulah pedoman ini harus dapat terintegrasi dan dilaksanakan oleh semua stakeholder yang terkait pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
C. Maksud dan Tujuan.
Penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dipandang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan pedoman yang benar dan harmonis. Maksud studi ini adalah melakukan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Tujuan studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan dalam perencanaan bidang keselamatan transportasi sungai dan danau.
D. Ruang Lingkup.
Uraian kegiatan/ ruang lingkup studi ini adalah :
1. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Jayapura dan Merauke serta transportasi di luar negeri seperti Sungai Chao di Bangkok, Thailand.
2.Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain,
3.Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait,
4.Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau,
5.Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi,
6.Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektivitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
7.Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
8.Merumuskan rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, meliputi:
a. Pedoman pembangunan pelabuhan sungai dan danau,
b. Pedoman pengoperasian pelabuhan sungai dan danau,
c. Pedoman perawatan pelabuhan sungai dan danau,
d. Pedoman pengusahaan pelabuhan sungai dan danau,
e. Pedoman berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau.
Batasan kegiatan Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau adalah berupa penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan dalam perencanaan bidang keselamatan transportasi sungai dan danau.
E. Hasil yang Diharapkan.
Keluaran (output) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya 5 konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan transportasi di sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijakan di bidang transportasi sungai dan danau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
A. Definisi dan Ketentuan Umum Transportasi Sungai dan Danau Pada UU 17/2008 Tentang Pelayaran dan KM 73/2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau tercantum beberapa definisi dan ketentuan umum yang perlu dipahami dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, yaitu:
1. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal (pasal 1 (3) UU 17/2008);
2. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau;
3. Angkutan Sungai dan Danau Khusus adalah kegiatan angkutan sungai dan danau yang dilakukan untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya serta tidak melayani pihak lain;
4. Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau;
5. Trayek Angkutan Sungai dan Danau yang selanjutnya dalam ketentuan ini disebut trayek adalah lintasan untuk pelayanan jasa angkutan umum sungai dan danau yang mempunyai asal dan tujuan
perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.
6. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah (pasal 1 (14) UU 17/2008);
7. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
8. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. Angkutan sungai dan danau merupakan salah satu jenis dari Angkutan di Perairan (pasal 6 UU 17/2008). Di mana substansi pokok mengenai pengaturan penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dalam pasal 18 s.d 20 UU 17/2008.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha angkutan sungai dan danau setiap operator harus memiliki (1) izin usaha angkutan sungai dan danau dan (2) izin trayek yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri sesuai kewenangannya masing-masing (pasal 28 (3, 4) UU 17/2008).
B. Pengembangan Pelabuhan Sungai dan Danau Pelabuhan sungai dan danau merupakan salah satu jenis pelabuhan (pasal 70 (1) UU 17/2008). Penetapan penggunaan wilayah daratan dan perairan
tertentu sebagai lokasi pelabuhan dilakukan oleh Menteri yang disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan (pasal 72 UU 17/2008). Berdasarkan pasal 79 s.d pasal UU 17/2008, maka secara umum terdapat.
2 jenis kegiatan di pelabuhan, yaitu kegiatan dan kegiatan pengusahaan. Sesuai pasal 98 UU 17/2008, pemberian izin pembangunan dan izin pengoperasian pelabuhan sungai dan danau dilakukan oleh bupati/walikota.
1. Rencana Induk Pelabuhan.
Di dalam infrastruktur angkutan sungai dan danau terdapat pula pelabuhan tempat bersandar kapal-kapal angkutan sungai dan danau. Untuk memahami gambaran mengenai pelabuhan sungai dan danau perlu diketahui prinsip-prinsip yang ada di Rencana Induk Pelabuhan sesuai dengan KM (Keputusan Menteri) No.61 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan (pasal 6).
2. Klasifikasi Pelabuhan Sungai dan Danau
Klasifikasi Pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No.61 tahun 2009 tentang Tatanan Kepelabuhanan. Klasifikasi pelabuhan ditetapkan dengan memperhatikan:
a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang,
b. Volume operasional pelabuhan,
c. Peran dan fungsi pelabuhan.
C.Pengoperasian Pelabuhan Sungai dan Danau.
1. Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Sesuai pasal 14 PP 82/1999 dan Kepmen 73/2004, Penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dilakukan:
a. oleh perusahaan angkutan sungai dan danau;
b. dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaikan dan diperuntukkan bagi angkutan sungai dan danau; dan di wilayah operasi perairan daratan. Wilayah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal dan terusan.
Dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau harus memperhatikan keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di (1) perairan, (2) pelabuhan, serta (3) perlindungan lingkungan maritim (pasal 116 (1) UU 17/2008).
Adapun pengertian dari masing-masing elemen keselamatan dan keamanan pelayaran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan: (a) kelaiklautan kapal yang ditunjukkan melalui sertifikat dan surat kapal, dan (b) kenavigasian (pasal 117, 118 UU 17/2008);
b. Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi:
(a)prosedur pengamanan fasilitas pelabuhan,
(b) sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan,
(c) sistem komunikasi, dan
(d) personel pengaman (pasal 121 UU 17/2008);
c. Perlindungan lingkungan maritim yaitu kondisi terpenuhinya prosedur dan persyaratan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan:
(a) kepelabuhanan,
(b) pengoperasian kapal,
(c)pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun di perairan,
(d) pembuangan limbah di perairan, dan
(e) penutuhan kapal (pasal 123 UU 17/2008).
2. Persyaratan Operasional Angkutan Sungai dan Danau Setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan pasal 4 KM 73/2004. Selain itu, semua kapal angkutan sungai dan danau wajib memenuhi persyaratan seperti disampaikan pada pasal 5 dan 6 KM 73/2004.
D. Pemeliharaan Kepelabuhanan.
Sesuai PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhan, pada pasal 44 ayat 4 disebutkan; dalam kondisi tertentu pemeliharaan kolam pelabuhan dan alur-pelayaran dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal. Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pada pasal 55 PP No.61 tahun 2009 disebutkan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan Pasal 44 dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar.
Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Dalam PP No.61 tahun 2009 pasal 63 pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan. pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
1.Perlindungan Lingkungan Perairan Sesuai pasal 226 UU 17/2008, maka penyelenggaraan perlindungan lingkungan Perairan dilakukan oleh Pemerintah melalui:
a. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal;
b. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan;
c. pembuangan limbah di perairan dan penutuhan kapal.
2. Pengerukan dan Reklamasi.
Untuk membangun dan memelihara alur-pelayaran dan kolam pelabuhan serta kepentingan lainnya (misalnya: pembangunan pelabuhan, penahan gelombang, penambangan, dlsb) dapat dilakukan pekerjaan pengerukan (pasal 99 PP 5/2010). Pelaksanaan pekerjaan pengerukan tersebut wajib memenuhi persyaratan teknis yang meliputi:
a. keselamatan dan keamanan berlayar;
b. kelestarian lingkungan;
c. tata ruang perairan; dan
d. tata pengairan khusus untuk pekerjaan di sungai dan danau.
Pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran sungai dan danau harus mendapat izin dari: Menteri untuk pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran Kelas I, gubernur untuk pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran Kelas II, dan bupati/walikota untuk pekerjaan pengerukan di alur pelayaran Kelas III (pasal 101 PP 5/2010). Untuk membangun pelabuhan dan terminal khusus yang berada di perairan dapat dilaksanakan pekerjaan reklamasi (pasal 103 (1) PP 5/2010). Pelaksanaan pekerjaan reklamasi tersebut harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi (pasal 103 (4) PP 5/2010):
a. kesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi kegiatan reklamasi yang lokasinya berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan atau rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan bagi kegiatan pembangunan terminal khusus;
b. keselamatan dan keamanan berlayar;
c. kelestarian lingkungan; dan
d. desain teknis.
E.Pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau.
1.Penyelenggaraan Angkutan Barang Dan/Atau Hewan Ketentuan umum mengenai penyelenggaraan angkutan barang dan/atau hewan adalah sebagai berikut:
a. Pengangkutan barang dan/atau hewan tidak dibatasi trayeknya, yang dimulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan pembongkaran (ps 18 KM 73/2004);
b. Pengangkutan barang dan/atau hewan dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia (ps 19 KM 73/2004);
c. Pengangkutan barang dan/atau hewan terdiri dari: (a) barang umum dan/atau hewan, dan
(b) barang khusus dan bahan berbahaya (ps 20 KM 73/2004).
Angkutan sungai dan danau khusus ini dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi atau perorangan Warga Negara Indonesia.
2. Perizinan Angkutan Sungai dan Danau Terdapat sejumlah perizinan yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan angkutan sungai dan danau, diantaranya:
a. Izin usaha angkutan
b. Prosedur perolehan izin usaha angkutan
3. Persetujuan Pengoperasian Kapal.
Sesuai ketentuan pasal 43 KM 73/2004, untuk dapat mengoperasikan kapal pada trayek yang telah ditetapkan, maka pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha angkutan harus mengajukan permohonan persetujuan pengoperasian kapal angkutan sungai dan danau yang diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.Adapun prosedur untuk mendapatkan persetujuan pengoperasian kapal sesuai ketentuan pada pasal 43, 44 KM 73/2004.
F. Lalu-lintas di Sungai dan Danau.
1. Jaringan Transportasi Sungai dan Danau
Pada pasal 2 KM 73/2004 disampaikan bahwa penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam satu kesatuan tatanan transportasi nasional.
Selanjutnya, untuk pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur diatur pada pasal 12 (1,2) KM 73/2004. Selanjutnya penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau tersebut dilakukan dengan pertimbangan menurut KM 73/2004. Sedangkan untuk angkutan tidak dalam trayek yang tetap dan teratur (untuk penumpang, barang, dan hewan) dapat dilakukan dengan cara sewa/charter. Pelaksanaannya tidak dibatasi dalam trayek. Termasuk di dalamnya adalah angkutan wisata. (pasal 15 dan 16 KM 73/2004).
2. Lingkup Kegiatan Lalu-lintas Sungai dan Danau Lingkup kegiatan suatu sistem lalu-lintas akan terkait dengan objek yang dikelola, subjek pengelola, dan lokasi dari pelaksanaan lalu lintas tersebut.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau tersebut adalah dengan menyediakan penjelasan sedetail-detailnya mengenai wewenang, tugas, dan tanggung jawab dari setiap pihak terkait berikut dengan sistem organisasinya serta tata cara serta prosedur dalam melaksanakan kegiatan atau peran yang menjadi tanggung jawabnya.
Kondisi penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bahwa untuk melaksanakan kebijakan manajemen lalu lintas di suatu sungai dan danau, harus dengan sangat spesifik diketahui mengenai karakteristik sarana, prasarana, serta alur pelayaran yang ada, sehingga kebijakan pengaturan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pengaturan yang ada di lapangan.
3. Benchmarking Regulasi Manajemen Lalu-lintas Sungai dan Danau di Negara Lain Pada beberapa sub bab berikut disampaikan perbandingan regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau (atau sering disebut sebagai inland-waterway) yang diaplikasi di beberapa negara.
a. Regulasi mengenai manajemen lalu lintas sungai dan danau di AS diatur dalam US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management. Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Amerika Serikat.
b. Karena di UE banyak terdapat aliran sungai yang lintas negara maka dibentuklah Inland Transport Committee yang mengeluarkan beberapa regulasi. Adapun regulasi pokok yang sangat terkait dengan kegiatan ini adalah (1) Resolution No. 24 CEVNI-European Code for Inland Waterways (TRANS/SC.3/115/Rev.2), (2) Resolution No. 58 Guidelines And Criteria For Vessel Traffic Services On Inland Waterways (TRANS/SC.3/166).
Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Uni Eropa (UE)
4. Lalu-lintas Sungai dan Danau Dalam PP 5/2010 Tentang Kenavigasian Pada dasarnya manajemen lalu lintas sungai dan danau merupakan bagian dari sistem navigasi yang secara umum bertujuan untuk menciptakan kelancaran dan keselamatan lalu lintas kapal di alur pelayaran sungai dan danau. Pengaturan mengenai sistem kenavigasian di Indonesia disampaikan pada PP 5/2010 tentang Kenavigasian. Dalam PP 5/2010 ini secara umum dibahas mengenai navigasi di seluruh perairan, baik laut maupun sungai dan danau, namun jika dilihat substansinya, sebagian besar mengatur mengenai kenavigasian di perairan laut, sedangkan pembahasan untuk lalu lintas sungai dan danau relatif terbatas. Sehingga dalam kegiatan ini diharapkan beberapa hal yang belum diatur detail untuk kenavigasian di alur pelayaran sungai dan danau perlu dikaji dan disampaikan aturannya dalam rancangan peraturan menteri yang akan disusun.
a. Tujuan dan ruang lingkup kenavigasian
b. Alur dan perlintasan
c. Sarana bantu navigasi pelayaran
d. Fasilitas alur pelayaran sungai dan danau
e. Telekomunikasi pelayaran
f. Bangunan atau instalasi di perairan
5. Faktor-Faktor Sebagai Pertimbangan Berlalu-lintas di Sungai dan Danau Dalam penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti berikut :
a. Faktor–faktor kontribusi terhadap keselamatan pelayaran kapal angkut kendaraan dan penumpang (Mathiesen, 1990).
b. Legalitas Keselamatan Kapal Niaga
Aspek keselamatan kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 65/1980 Tahun 1980 Tentang RATIFIKASI SOLAS 1974. Sedangkan pengawakan dan dinas jaga kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi STCW (Standard Training, Certification, and Watchkeeping) 1978 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 60/1986 Tahun 1986 tentang RATIFIKASI STCW 1978.
c. Proses Terjadinya Kecelakaan.
Proses terjadinya kecelakaan merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa lapisan menggunakan model reason (1990).
B. Palembang.
C dan rata-rata kelembaban udara 85,04 persen. Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Toba Samosir per bulan tahun 2007 berdasarkan data pada 3 stasiun pengamatan sebesar 155 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 14 hari. Gambaran Umum Wilayah Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Palembang provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Palembang sendiri merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang secara geografis terletak antara 2o 52′ sampai 3o 5′ Lintang Selatan dan 104o 37′ sampai 104o 52′ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan air laut. Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Kota Palembang mempunyai 108 anak sungai. Terdapat 4 sungai besar yang melintasi Kota Palembang. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter; Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter.
Di Samping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat ± 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 – 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.
A. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaraan Operasional Transportasi Sungai Dan Danau Transportasi Sungai dan Danau merupakan angkutan massal yang tidak lepas dari berbagai masalah yang senantiasa mengiringi perkembangan transportasi air tersebut. Beberapa masalah dan kendala dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau. Berikut penjelasan & informasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di beberapa lokasi survei :
1 Palembang.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan transportasi sungai di Palembang terbentur kondisi yang cukup kompleks dan banyaknya pihak yang berkepentingan dan terlibat langsung baik dalam upaya pengelolaan maupun penyelenggaraan transportasi sungai. Faktor alam dan manusia menjadi dominan dalam setiap permasalahan transportasi sungai yang ditemui, dan beberapa permasalahan tersebut adalah:
a. Adanya pendangkalan alur sungai dengan dasar sungai batuan keras sehingga sulit untuk dilakukan penggalian (sungai lematang).
b. Keberadaan dermaga pada daerah erosi yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan keruntuhan bangunan dermaga khususnya tiang-tiang-penyangga dermaga ponton.
c. Faktor keselamatan dan kenyamanan pengguna angkutan sungai masih diabaikan dengan minimnya fasilitas keamanan pada kapal.
d. Pembagian fungsi kapal sebagai pengangkut penumpang atau barang belum terpenuhi, sehingga kapal barang digunakan juga untuk mengangkut penumpang dan sebaliknya kapal penumpang digunakan juga untuk mengangkut barang.
e.Kontribusi dari angkutan sungai kepada pemerintah daerah yang mengelola masih sangat minim.
B.Kegiatan dan Kebijakan Bidang Transportasi Sungai dan Danau Untuk menunjang keberlanjutan sistem transportasi sungai dan danau, pemerintah selaku pemegang pengelolaan dan penyelenggara angkutan sungai dan danau melakukan beberapa kegiatan dan kebijakan di bidang sungai dan danau. Beberapa kebijakan dan kegiatan yang dilakukan di beberapa lokasi yang di survey dijelaskan sebagai berikut :
1. Palembang.
Pemkot Palembang telah merencanakan pengembangan transportasi massal terpadu, yang dinamai Trans Musi. Moda transportasi tersebut akan hubungkan dengan potensi angkutan Sungai Musi, yang juga akan dibantu Pemerintah Pusat.
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan angkutan sungai LLASDP Sumatera Selatan pada tahun 2011 adalah pembangunan dermaga Sungai Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Tahap IV dan Pembangunan Dermaga Sungai Kertapati Kota Palembang Tahap I serta Pembangunan Rambu Sungai sebanyak 100 buah di Kota Palembang.
C. Identifikasi dasar hukum.
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi. Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri, karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Dalam Peraturan Menteri tentang transportasi Sungai dan Danau ini ada dimuat sejumlah pengaturan yang relevan dengan operasional lalu lintas kapal di alur pelayaran dan daerah perairan di sungai dan danau untuk mencapai tujuan tertentu, yakni terciptanya kelancaran, keselamatan, dan keamanan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan sungai dan danau dari akibat operasional kapal di sungai dan danau. Dengan mengacu peraturan yang ada tersebut pedoman di bidang transportasi sungai dan danau diharapkan dapat merangkum ketentuan-ketentuan yang tersebar dalam peraturan pemerintah diatas.
D. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau Dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan, sub bidang perhubungan darat, sub-sub bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP), pada kolom kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 secara jelas menyebutkan : ”Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau”.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur “pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”.
Perhatikan pada kolom Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 yang secara jelas-jelas menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau” merupakan “urusan pemerintahan” Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini ”tuannya banyak”. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”.
Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”.
Berdasarkan PP 38/2007 tersebut di atas, kewenangan ”pemerintah” dalam LLASDP yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Sungai, Danau, dan Penyeberangan adalah :
1.Membuat pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP ;
2.Membuat pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP ;
3.Membuat pedoman pembangunan pelabuhan SDP ;
4.Pembangunan pelabuhan SDP ;
5.Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP ;
6. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP ;
7. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP ;
8. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP.
Keterangan yang ada kaitannya dengan istilah ”pemerintah” ini, dalam PP 38/2007 tersebut adalah bunyi Pasal 1 butir 1 yang berbunyi : Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan survey lapangan ditemukan fakta bahwa Dirjen Perhubungan Laut dan BUMN in casu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia itulah yang secara nyata memiliki akses terhadap penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau. Apakah BUMN ini bisa dikategorikan ”pemerintah” berdasarkan PP 38/2007? Jika pun BUMN itu dapat diinterpretasikan sebagai ”wakil pemerintah” tetapi berdasarkan PP 38/2007 tersebut tetap ”tidak berwenang” untuk menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau. Satu-satunya pihak yang berwenang menurut PP 38/2007 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, jika ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan baik Departemen maupun Badan Usaha Milik Negara memang keduanya adalah Badan Hukum Publik. Tetapi yang paling murni memiliki ciri ”servis public” dan ”servis good” adalah Departemen. BUMN walaupun memiliki fungsi ”servis public” tetapi bersamaan dengan itu mempunyai fungsi ”profit oriented”.
Dengan demikian Direktorat Perhubungan Darat lah yang paling mendekati konsep ”wakil pemerintah” yang berperan dalam ”regulasi” pengelolaan pelabuhan sungai dan danau (hal ini pun sesuai dengan penunjukkan PP 38/2007 yaitu masuk Sub Bidang Perhubungan Darat). Itu juga seperti yang telah diuraikan diatas sebatas berperan dalam 8 (delapan) kewenangan seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian dari studi ini dapat ditemukan eksistensi kewenangan perhubungan darat dalam pengelolaan pelabuhan sungai yaitu sebagai regulator dan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian seperti yang diperintahkan oleh Pasal 9 PP 38/2007 maka Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria harus dibuat Peraturan Menterinya paling lama 2 tahun setelah keluarnya PP 38/2007 itu dengan inisiatif Dirjen Perhubungan Darat in casu ASDP.
C. Identifikasi dasar hukum.
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi.
Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri, karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Dalam Peraturan Menteri tentang transportasi Sungai dan Danau ini ada dimuat sejumlah pengaturan yang relevan dengan operasional lalu lintas kapal di alur pelayaran dan daerah perairan di sungai dan danau untuk mencapai tujuan tertentu, yakni terciptanya kelancaran, keselamatan, dan keamanan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan sungai dan danau dari akibat operasional kapal di sungai dan danau. Dengan mengacu peraturan yang ada tersebut pedoman di bidang transportasi sungai dan danau diharapkan dapat merangkum ketentuan-ketentuan yang tersebar dalam peraturan pemerintah diatas.
D. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau Dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan, sub bidang perhubungan darat, sub-sub bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP), pada kolom kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 secara jelas menyebutkan :
”Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur “pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Perhatikan pada kolom Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 yang secara jelas-jelas menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau” merupakan “urusan pemerintahan” Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini ”tuannya banyak”. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Berdasarkan PP 38/2007 tersebut di atas, kewenangan ”pemerintah” dalam LLASDP yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Sungai,Danau, dan Penyeberangan adalah :
1. Membuat pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP ;
2. Membuat pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP ;
3. Membuat pedoman pembangunan pelabuhan SDP ;
4. Pembangunan pelabuhan SDP ;
5. Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP ;
6. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP ;
7. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP ;
8. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP.
Keterangan yang ada kaitannya dengan istilah ”pemerintah” ini, dalam PP 38/2007 tersebut adalah bunyi Pasal 1 butir 1 yang berbunyi : Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan survey lapangan ditemukan fakta bahwa Dirjen Perhubungan Laut dan BUMN in casu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia itulah yang secara nyata memiliki akses terhadap penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau. Apakah BUMN ini bisa dikategorikan ”pemerintah” berdasarkan PP 38/2007? Jika pun BUMN itu dapat diinterpretasikan sebagai ”wakil pemerintah” tetapi berdasarkan PP 38/2007 tersebut tetap ”tidak berwenang” untuk menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau. Satu-satunya pihak yang berwenang menurut PP 38/2007 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, jika ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan baik Departemen maupun Badan Usaha Milik Negara memang keduanya adalah Badan Hukum Publik. Tetapi yang paling murni memiliki ciri ”servis public” dan ”servis good” adalah Departemen. BUMN walaupun memiliki fungsi ”servis public” tetapi bersamaan dengan itu mempunyai fungsi ”profit oriented”. Dengan demikian Direktorat Perhubungan Darat lah yang paling mendekati konsep ”wakil pemerintah” yang berperan dalam ”regulasi” pengelolaan pelabuhan sungai dan danau (hal ini pun sesuai dengan penunjukkan PP 38/2007 yaitu masuk Sub Bidang Perhubungan Darat). Itu juga seperti yang telah diuraikan diatas sebatas berperan dalam 8 (delapan) kewenangan seperti yang telah diuraikan di atas.Dengan demikian dari studi ini dapat ditemukan eksistensi kewenangan perhubungan darat dalam pengelolaan pelabuhan sungai yaitu sebagai regulator dan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian seperti yang diperintahkan oleh Pasal 9 PP 38/2007 maka Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria harus dibuat Peraturan Menterinya paling lama 2 tahun setelah keluarnya PP 38/2007 itu dengan inisiatif Dirjen Perhubungan Darat in casu ASDP.
BAB VI
PENYUSUNAN RANCANGAN KONSEP PEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU
A. Latar Belakang.
Kondisi hasil survei yang dilakukan di lapangan dan pembahasan di sub-bab sebelumnya menunjukkan kondisi yang masih memprihatinkan di mana pengelolaan pelabuhan dan sistem berlalu lintas di sungai dan danau, penyediaan prasarana dan sarana serta kelembagaan yang ada di sejumlah sungai besar di Indonesia masih belum diperhatikan selayaknya. Hal ini berdampak kepada rendahnya kinerja dan peran angkutan sungai dalam sistem transportasi di Indonesia, dilihat dari aspek aksesibilitas, kapasitas, maupun kualitas terkait dengan keselamatan dan keamanan.
Dari hasil survei di lapangan dan wawancara dengan petugas setempat, diketahui tidak adanya suatu pedoman baku yang digunakan untuk pembangunan, pengoperasian, perawatan, pengusahaan dan berlalu lintas di sungai dan danau. Adanya kebutuhan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan menteri berkenaan dengan penyelenggaraan pelabuhan transportasi sungai dan danau serta sistem berlalulintasnya pada alur pelayaran sungai dan dan danau khususnya yang diamanatkan dalam UU 17/2008 dan PP 61/2009. Pengaturan secara khusus untuk kepelabuhanan perlu dipisahkan dengan pengaturan pelayaran laut karena secara spesifik terdapat perbedaan mendasar dalam aplikasinya di lapangan. Dengan permasalahan yang terjadi dan tidak seragamnya pembangunan dari pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai dan danau maka diperlukan suatu pedoman untuk mengatur hal tersebut.
Angkutan sungai dan danau khusus ini dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi atau perorangan Warga Negara Indonesia.
2. Perizinan Angkutan Sungai dan Danau Terdapat sejumlah perizinan yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan angkutan sungai dan danau, diantaranya:
a. Izin usaha angkutan
b. Prosedur perolehan izin usaha angkutan
3. Persetujuan Pengoperasian Kapal.
Sesuai ketentuan pasal 43 KM 73/2004, untuk dapat mengoperasikan kapal pada trayek yang telah ditetapkan, maka pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha angkutan harus mengajukan permohonan persetujuan pengoperasian kapal angkutan sungai dan danau yang diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.Adapun prosedur untuk mendapatkan persetujuan pengoperasian kapal sesuai ketentuan pada pasal 43, 44 KM 73/2004.
F. Lalu-lintas di Sungai dan Danau.
1. Jaringan Transportasi Sungai dan Danau
Pada pasal 2 KM 73/2004 disampaikan bahwa penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam satu kesatuan tatanan transportasi nasional.
Selanjutnya, untuk pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur diatur pada pasal 12 (1,2) KM 73/2004. Selanjutnya penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau tersebut dilakukan dengan pertimbangan menurut KM 73/2004. Sedangkan untuk angkutan tidak dalam trayek yang tetap dan teratur (untuk penumpang, barang, dan hewan) dapat dilakukan dengan cara sewa/charter. Pelaksanaannya tidak dibatasi dalam trayek. Termasuk di dalamnya adalah angkutan wisata. (pasal 15 dan 16 KM 73/2004).
2. Lingkup Kegiatan Lalu-lintas Sungai dan Danau Lingkup kegiatan suatu sistem lalu-lintas akan terkait dengan objek yang dikelola, subjek pengelola, dan lokasi dari pelaksanaan lalu lintas tersebut.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau tersebut adalah dengan menyediakan penjelasan sedetail-detailnya mengenai wewenang, tugas, dan tanggung jawab dari setiap pihak terkait berikut dengan sistem organisasinya serta tata cara serta prosedur dalam melaksanakan kegiatan atau peran yang menjadi tanggung jawabnya.
Kondisi penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bahwa untuk melaksanakan kebijakan manajemen lalu lintas di suatu sungai dan danau, harus dengan sangat spesifik diketahui mengenai karakteristik sarana, prasarana, serta alur pelayaran yang ada, sehingga kebijakan pengaturan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pengaturan yang ada di lapangan.
3. Benchmarking Regulasi Manajemen Lalu-lintas Sungai dan Danau di Negara Lain Pada beberapa sub bab berikut disampaikan perbandingan regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau (atau sering disebut sebagai inland-waterway) yang diaplikasi di beberapa negara.
a. Regulasi mengenai manajemen lalu lintas sungai dan danau di AS diatur dalam US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management. Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Amerika Serikat.
b. Karena di UE banyak terdapat aliran sungai yang lintas negara maka dibentuklah Inland Transport Committee yang mengeluarkan beberapa regulasi. Adapun regulasi pokok yang sangat terkait dengan kegiatan ini adalah (1) Resolution No. 24 CEVNI-European Code for Inland Waterways (TRANS/SC.3/115/Rev.2), (2) Resolution No. 58 Guidelines And Criteria For Vessel Traffic Services On Inland Waterways (TRANS/SC.3/166).
Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Uni Eropa (UE)
4. Lalu-lintas Sungai dan Danau Dalam PP 5/2010 Tentang Kenavigasian Pada dasarnya manajemen lalu lintas sungai dan danau merupakan bagian dari sistem navigasi yang secara umum bertujuan untuk menciptakan kelancaran dan keselamatan lalu lintas kapal di alur pelayaran sungai dan danau. Pengaturan mengenai sistem kenavigasian di Indonesia disampaikan pada PP 5/2010 tentang Kenavigasian. Dalam PP 5/2010 ini secara umum dibahas mengenai navigasi di seluruh perairan, baik laut maupun sungai dan danau, namun jika dilihat substansinya, sebagian besar mengatur mengenai kenavigasian di perairan laut, sedangkan pembahasan untuk lalu lintas sungai dan danau relatif terbatas. Sehingga dalam kegiatan ini diharapkan beberapa hal yang belum diatur detail untuk kenavigasian di alur pelayaran sungai dan danau perlu dikaji dan disampaikan aturannya dalam rancangan peraturan menteri yang akan disusun.
a. Tujuan dan ruang lingkup kenavigasian
b. Alur dan perlintasan
c. Sarana bantu navigasi pelayaran
d. Fasilitas alur pelayaran sungai dan danau
e. Telekomunikasi pelayaran
f. Bangunan atau instalasi di perairan
5. Faktor-Faktor Sebagai Pertimbangan Berlalu-lintas di Sungai dan Danau Dalam penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti berikut :
a. Faktor–faktor kontribusi terhadap keselamatan pelayaran kapal angkut kendaraan dan penumpang (Mathiesen, 1990).
b. Legalitas Keselamatan Kapal Niaga
Aspek keselamatan kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 65/1980 Tahun 1980 Tentang RATIFIKASI SOLAS 1974. Sedangkan pengawakan dan dinas jaga kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi STCW (Standard Training, Certification, and Watchkeeping) 1978 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 60/1986 Tahun 1986 tentang RATIFIKASI STCW 1978.
c. Proses Terjadinya Kecelakaan.
Proses terjadinya kecelakaan merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa lapisan menggunakan model reason (1990).
B. Palembang.
C dan rata-rata kelembaban udara 85,04 persen. Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Toba Samosir per bulan tahun 2007 berdasarkan data pada 3 stasiun pengamatan sebesar 155 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 14 hari. Gambaran Umum Wilayah Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Palembang provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Palembang sendiri merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang secara geografis terletak antara 2o 52′ sampai 3o 5′ Lintang Selatan dan 104o 37′ sampai 104o 52′ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan air laut. Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Kota Palembang mempunyai 108 anak sungai. Terdapat 4 sungai besar yang melintasi Kota Palembang. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter; Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter.
Di Samping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat ± 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 – 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.
A. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaraan Operasional Transportasi Sungai Dan Danau Transportasi Sungai dan Danau merupakan angkutan massal yang tidak lepas dari berbagai masalah yang senantiasa mengiringi perkembangan transportasi air tersebut. Beberapa masalah dan kendala dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau. Berikut penjelasan & informasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di beberapa lokasi survei :
1 Palembang.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan transportasi sungai di Palembang terbentur kondisi yang cukup kompleks dan banyaknya pihak yang berkepentingan dan terlibat langsung baik dalam upaya pengelolaan maupun penyelenggaraan transportasi sungai. Faktor alam dan manusia menjadi dominan dalam setiap permasalahan transportasi sungai yang ditemui, dan beberapa permasalahan tersebut adalah:
a. Adanya pendangkalan alur sungai dengan dasar sungai batuan keras sehingga sulit untuk dilakukan penggalian (sungai lematang).
b. Keberadaan dermaga pada daerah erosi yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan keruntuhan bangunan dermaga khususnya tiang-tiang-penyangga dermaga ponton.
c. Faktor keselamatan dan kenyamanan pengguna angkutan sungai masih diabaikan dengan minimnya fasilitas keamanan pada kapal.
d. Pembagian fungsi kapal sebagai pengangkut penumpang atau barang belum terpenuhi, sehingga kapal barang digunakan juga untuk mengangkut penumpang dan sebaliknya kapal penumpang digunakan juga untuk mengangkut barang.
e.Kontribusi dari angkutan sungai kepada pemerintah daerah yang mengelola masih sangat minim.
B.Kegiatan dan Kebijakan Bidang Transportasi Sungai dan Danau Untuk menunjang keberlanjutan sistem transportasi sungai dan danau, pemerintah selaku pemegang pengelolaan dan penyelenggara angkutan sungai dan danau melakukan beberapa kegiatan dan kebijakan di bidang sungai dan danau. Beberapa kebijakan dan kegiatan yang dilakukan di beberapa lokasi yang di survey dijelaskan sebagai berikut :
1. Palembang.
Pemkot Palembang telah merencanakan pengembangan transportasi massal terpadu, yang dinamai Trans Musi. Moda transportasi tersebut akan hubungkan dengan potensi angkutan Sungai Musi, yang juga akan dibantu Pemerintah Pusat.
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan angkutan sungai LLASDP Sumatera Selatan pada tahun 2011 adalah pembangunan dermaga Sungai Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Tahap IV dan Pembangunan Dermaga Sungai Kertapati Kota Palembang Tahap I serta Pembangunan Rambu Sungai sebanyak 100 buah di Kota Palembang.
C. Identifikasi dasar hukum.
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi. Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri, karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Dalam Peraturan Menteri tentang transportasi Sungai dan Danau ini ada dimuat sejumlah pengaturan yang relevan dengan operasional lalu lintas kapal di alur pelayaran dan daerah perairan di sungai dan danau untuk mencapai tujuan tertentu, yakni terciptanya kelancaran, keselamatan, dan keamanan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan sungai dan danau dari akibat operasional kapal di sungai dan danau. Dengan mengacu peraturan yang ada tersebut pedoman di bidang transportasi sungai dan danau diharapkan dapat merangkum ketentuan-ketentuan yang tersebar dalam peraturan pemerintah diatas.
D. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau Dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan, sub bidang perhubungan darat, sub-sub bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP), pada kolom kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 secara jelas menyebutkan : ”Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau”.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur “pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”.
Perhatikan pada kolom Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 yang secara jelas-jelas menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau” merupakan “urusan pemerintahan” Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini ”tuannya banyak”. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”.
Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”.
Berdasarkan PP 38/2007 tersebut di atas, kewenangan ”pemerintah” dalam LLASDP yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Sungai, Danau, dan Penyeberangan adalah :
1.Membuat pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP ;
2.Membuat pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP ;
3.Membuat pedoman pembangunan pelabuhan SDP ;
4.Pembangunan pelabuhan SDP ;
5.Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP ;
6. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP ;
7. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP ;
8. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP.
Keterangan yang ada kaitannya dengan istilah ”pemerintah” ini, dalam PP 38/2007 tersebut adalah bunyi Pasal 1 butir 1 yang berbunyi : Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan survey lapangan ditemukan fakta bahwa Dirjen Perhubungan Laut dan BUMN in casu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia itulah yang secara nyata memiliki akses terhadap penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau. Apakah BUMN ini bisa dikategorikan ”pemerintah” berdasarkan PP 38/2007? Jika pun BUMN itu dapat diinterpretasikan sebagai ”wakil pemerintah” tetapi berdasarkan PP 38/2007 tersebut tetap ”tidak berwenang” untuk menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau. Satu-satunya pihak yang berwenang menurut PP 38/2007 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, jika ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan baik Departemen maupun Badan Usaha Milik Negara memang keduanya adalah Badan Hukum Publik. Tetapi yang paling murni memiliki ciri ”servis public” dan ”servis good” adalah Departemen. BUMN walaupun memiliki fungsi ”servis public” tetapi bersamaan dengan itu mempunyai fungsi ”profit oriented”.
Dengan demikian Direktorat Perhubungan Darat lah yang paling mendekati konsep ”wakil pemerintah” yang berperan dalam ”regulasi” pengelolaan pelabuhan sungai dan danau (hal ini pun sesuai dengan penunjukkan PP 38/2007 yaitu masuk Sub Bidang Perhubungan Darat). Itu juga seperti yang telah diuraikan diatas sebatas berperan dalam 8 (delapan) kewenangan seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian dari studi ini dapat ditemukan eksistensi kewenangan perhubungan darat dalam pengelolaan pelabuhan sungai yaitu sebagai regulator dan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian seperti yang diperintahkan oleh Pasal 9 PP 38/2007 maka Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria harus dibuat Peraturan Menterinya paling lama 2 tahun setelah keluarnya PP 38/2007 itu dengan inisiatif Dirjen Perhubungan Darat in casu ASDP.
C. Identifikasi dasar hukum.
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi.
Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri, karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Dalam Peraturan Menteri tentang transportasi Sungai dan Danau ini ada dimuat sejumlah pengaturan yang relevan dengan operasional lalu lintas kapal di alur pelayaran dan daerah perairan di sungai dan danau untuk mencapai tujuan tertentu, yakni terciptanya kelancaran, keselamatan, dan keamanan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan sungai dan danau dari akibat operasional kapal di sungai dan danau. Dengan mengacu peraturan yang ada tersebut pedoman di bidang transportasi sungai dan danau diharapkan dapat merangkum ketentuan-ketentuan yang tersebar dalam peraturan pemerintah diatas.
D. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau Dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan, sub bidang perhubungan darat, sub-sub bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP), pada kolom kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 secara jelas menyebutkan :
”Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur “pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Perhatikan pada kolom Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 yang secara jelas-jelas menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau” merupakan “urusan pemerintahan” Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini ”tuannya banyak”. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Berdasarkan PP 38/2007 tersebut di atas, kewenangan ”pemerintah” dalam LLASDP yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Sungai,Danau, dan Penyeberangan adalah :
1. Membuat pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP ;
2. Membuat pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP ;
3. Membuat pedoman pembangunan pelabuhan SDP ;
4. Pembangunan pelabuhan SDP ;
5. Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP ;
6. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP ;
7. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP ;
8. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP.
Keterangan yang ada kaitannya dengan istilah ”pemerintah” ini, dalam PP 38/2007 tersebut adalah bunyi Pasal 1 butir 1 yang berbunyi : Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan survey lapangan ditemukan fakta bahwa Dirjen Perhubungan Laut dan BUMN in casu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia itulah yang secara nyata memiliki akses terhadap penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau. Apakah BUMN ini bisa dikategorikan ”pemerintah” berdasarkan PP 38/2007? Jika pun BUMN itu dapat diinterpretasikan sebagai ”wakil pemerintah” tetapi berdasarkan PP 38/2007 tersebut tetap ”tidak berwenang” untuk menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau. Satu-satunya pihak yang berwenang menurut PP 38/2007 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, jika ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan baik Departemen maupun Badan Usaha Milik Negara memang keduanya adalah Badan Hukum Publik. Tetapi yang paling murni memiliki ciri ”servis public” dan ”servis good” adalah Departemen. BUMN walaupun memiliki fungsi ”servis public” tetapi bersamaan dengan itu mempunyai fungsi ”profit oriented”. Dengan demikian Direktorat Perhubungan Darat lah yang paling mendekati konsep ”wakil pemerintah” yang berperan dalam ”regulasi” pengelolaan pelabuhan sungai dan danau (hal ini pun sesuai dengan penunjukkan PP 38/2007 yaitu masuk Sub Bidang Perhubungan Darat). Itu juga seperti yang telah diuraikan diatas sebatas berperan dalam 8 (delapan) kewenangan seperti yang telah diuraikan di atas.Dengan demikian dari studi ini dapat ditemukan eksistensi kewenangan perhubungan darat dalam pengelolaan pelabuhan sungai yaitu sebagai regulator dan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian seperti yang diperintahkan oleh Pasal 9 PP 38/2007 maka Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria harus dibuat Peraturan Menterinya paling lama 2 tahun setelah keluarnya PP 38/2007 itu dengan inisiatif Dirjen Perhubungan Darat in casu ASDP.
BAB VI
PENYUSUNAN RANCANGAN KONSEP PEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU
A. Latar Belakang.
Kondisi hasil survei yang dilakukan di lapangan dan pembahasan di sub-bab sebelumnya menunjukkan kondisi yang masih memprihatinkan di mana pengelolaan pelabuhan dan sistem berlalu lintas di sungai dan danau, penyediaan prasarana dan sarana serta kelembagaan yang ada di sejumlah sungai besar di Indonesia masih belum diperhatikan selayaknya. Hal ini berdampak kepada rendahnya kinerja dan peran angkutan sungai dalam sistem transportasi di Indonesia, dilihat dari aspek aksesibilitas, kapasitas, maupun kualitas terkait dengan keselamatan dan keamanan.
Dari hasil survei di lapangan dan wawancara dengan petugas setempat, diketahui tidak adanya suatu pedoman baku yang digunakan untuk pembangunan, pengoperasian, perawatan, pengusahaan dan berlalu lintas di sungai dan danau. Adanya kebutuhan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan menteri berkenaan dengan penyelenggaraan pelabuhan transportasi sungai dan danau serta sistem berlalulintasnya pada alur pelayaran sungai dan dan danau khususnya yang diamanatkan dalam UU 17/2008 dan PP 61/2009. Pengaturan secara khusus untuk kepelabuhanan perlu dipisahkan dengan pengaturan pelayaran laut karena secara spesifik terdapat perbedaan mendasar dalam aplikasinya di lapangan. Dengan permasalahan yang terjadi dan tidak seragamnya pembangunan dari pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai dan danau maka diperlukan suatu pedoman untuk mengatur hal tersebut.
B.Finalisasi Konsep Pedoman.
Tahapan akhir laporan studi adalah finalisasi konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Perumusan pedoman harus memperhatikan sejumlah ketentuan sebagai berikut.
a.Tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan.
b.Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada (mengadopsi satu standar internasional yang relevan) sejauh ketentuan tersebut memenuhi kebutuhan dan obyektif yang ingin dicapai serta sesuai dengan faktor-faktor kondisi klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnya.
c.Apabila tidak mengacu pada satu standar internasional yang relevan (ada beberapa standar yang digunakan) maka harus dilakukan validasi terhadap hasil rumusan tersebut.
d.Ketentuan sejauh mungkin menyangkut pengaturan kinerja dan menghindarkan ketentuan yang menyangkut pengaturan cara pencapaian kinerja (bersifat preskriptif). Selain ketentuan-ketentuan diatas, Perumusan pedoman perlu memperhatikan sejumlah aspek di bawah ini.
a. Satuan ukuran yang dipergunakan adalah Satuan Sistem Internasional sesuai SNI 19-2746, Satuan sistem internasional.
d. Ketentuan tentang pelaksanaan penilaian kesesuaian terhadap persyaratan, pedoman, karakteristik, dan ketentuan teknis lain sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)cara pengambilan contoh termasuk pemilihan contoh dan metode pengambilannya;
2)batas dan toleransi untuk parameter pengukuran;
3)urutan pengujian apabila mempengaruhi hasil pengujian;
4) jumlah spesimen yang perlu diuji;
5) metode dan jenis pengujian parameter yang tepat, benar, konsisten dan tervalidasi;
6)spesifikasi yang jelas dari peralatan pengujian yang tidak dapat diperoleh secara komersial (customized product).
e. Metode pengujian sejauh mungkin mengacu metode pengujian yang baku, baik yang telah ditetapkan dalam SNI, standar internasional, atau standar lain yang telah umum dipergunakan. Apabila metode uji yang dipergunakan bukan metode uji baku, metode tersebut harus divalidasi oleh laboratorium yang kompeten.
Penulisan konsep pedoman dalam bentuk Permen/Perdirjen akan mengikuti peraturan yang berlaku di lingkungan Departemen Perhubungan dimana substansinya akan terdiri dari:
a. Dasar hukum penetapan peraturan: terkait dengan sejumlah peraturan perundangan yang dirujuk dalam peraturan;
b. Definisi-definisi: beberapa definisi penting yang harus diperhatikan dalam peraturan yang dijadikan sebagai acuan pengertian dalam ketentuan selanjutnya;
c. Ketentuan pokok: berisi mengenai pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam peraturan;
d. Ketentuan peralihan: berisi mengenai konsekuensi legal dari pengaturan ini terhadap kondisi eksisting maupun pengaturan yang telah ada;
e. Ketentuan penutup: berisi mengenai pemberlakukan dari peraturan ini.
Karena substansi yang ditulis dalam Rapermen ini sangat banyak, sehingga tidak memungkinkan jika semuanya dituangkan dalam pasal-pasal, sehingga akan.
C.Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau.
1. Metoda pendekatan
Penulisan naskah akademis ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni:
a. Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi sungai dan danau di Indonesia.
b. Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di Lingkungan Direktorat LLASDP dan Biro Hukum Ditjen Perhubungan Darat untuk menentukan ruang lingkup dan materi pengaturan yang disusun;
c. Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai transportasi di sungai dan danau yang ada di negara lain.
2. Materi muatan.
Muatan pengaturan dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini:
a. Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau mulai dari kelaikan kapal, penetapan alur dan perlintasan, penyelenggaraan fasilitas alur pelayaran, bangunan dan instalasi di perairan, pengerukan dan reklamasi, serta salvage dan pekerjaan bawah air, dsb;
b. Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan transportasi sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan);
c. Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau (siapa, melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana);
Dengan demikian bentuk hukum (atau legal standing) yang tepat untuk mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau ini adalah pada level Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan. Setidaknya terdapat 2 alasan pemilihan bentuk hukum ini, yakni:
a.Dalam pedoman ini dimuat sejumlah pengaturan yang merupakan tindak lanjut langsung dari UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai yang mengamanatkan pengaturan melalui Peraturan Menteri;
b. Pedoman ini diberlakukan pada tataran operasional di lapangan dan menjadi acuan bagi aparatur di Daerah (aparatur Pemprov,
Pemkab, dan Pemkot) serta masyarakat luas pengguna sungai dan danau (baik sebagai operator angkutan maupun untuk kepentingan sendiri). Dengan kata lain sifat pengaturannya adalah eksternal Kementerian, sehingga bentuk pengaturannya minimal adalah Peraturan Menteri.
3. Ruang lingkup Naskah Akademis.
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 tentang Kenavigasian, serta dari KM 17/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, serta diadopsi dari peraturan yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pengertian-pengertian terkait.
b.Secara teoritis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk draft peraturan menteri pasal per pasal disampaikan pada Lampiran 1 Draft Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau.Materi (substansi pengaturan).
c.Agar suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dapat berlaku efektif, maka dalam peraturan itu perlu adanya unsur memaksa, yaitu pemikiran tentang pemberian sanksi atas pelanggaran terhadap apa yang diwajibkan atau disyaratkan. Pemikiran sanksi dimaksud dapat berupa: sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif. Sanksi
d.Pada bagian peralihan, memuat pemikiran tentang kemungkinan adanya ketentuan peralihan dan akibat-akibat hukum yang dapat timbul adalah apabila materi hukum yang hendak diatur telah pernah diatur, maka perlu adanya pemikiran tentang adanya ketentuan peralihan.
Sejauh ini belum pernah ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur mengenai manajemen lalu lintas sungai dan danau, atau peraturan ini bukan pengganti dari peraturan sebelumnya. Namun demikian terdapat kemungkinan adanya overlap pengaturan dengan KM 73/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau. Sehingga diperlukan adanya pemikiran mengenai ketentuan peralihan secara terbatas untuk beberapa pasal yang berkaitan. Peralihan
e.Bagian penutup memuat beberapa pengaturan berupa: Penutup.
1)Pernyataan tidak berlaku atau pencabutan peraturan yang ada sebelumnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam hal ini tidak ada peraturan yang telah sebelumnya yang dicabut sebagai konsekuensi logisnya;
2)Pemikiran tentang kapan efektif berlakunya peraturan yang akan diberlakukan berdasarkan analisis kemampuan/kesiapan dari berbagai aspek. Masa efektif berlakunya peraturan mengenai pedoman manajemen lalu lintas sungai ini idealnya sejak tanggal ditetapkan, namun melihat kondisi lapangan yang belum banyak disiapkan, maka:
a)Ketentuan mengenai sumber daya manusia (pengawakan, pejabat pemerintah, dlsb) sebaiknya efektif dilakukan 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan. Artinya sanksi akan diberlakukan setelah 5 tahun untuk memberikan waktu bagi kegiatan pendidikan, sertifikasi, dlsb;
b) Ketentuan mengenai alur pelayaran, pelabuhan, telekomunikasi pelayaran, dan sarana prasarana lainnya sebaiknya diberlakukan 3 tahun setelah peraturan menteri ini ditetapkan. Hal ini ditetapkan untuk memberikan waktu bagi Pemerintah/Pemda untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai ketentuan.
4. Kesimpulan dan saran
Memperhatikan bahwa sampai dengan saat ini belum ada pengaturan mengenai pembangunan pelabuhan sungai dan danau sampai berlalu lintas di sungai dan danau, maka pengaturan melalui Peraturan Menteri ini sangatlah urgent, dalam konteks bahwa: Perlunya pengaturan.
1) Jika tidak segera diatur maka kondisi penyelenggaraan transportasi sungai dan danau di Indonesia akan semakin tidak teratur, sehingga tingkat keselamatan, keamanan, kelancaran, dan perlindungan lingkungan perairan tidak dapat diwujudkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi eksistensi transportasi sungai dan danau di Indonesia untuk masa yang akan datang;
2) Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 mengenai Kenavigasian terdapat mandat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, substansi pengaturan tersebut ini harus dilakukan secara spesifik untuk lalu lintas sungai dan danau karena sifat pergerakannya serta kelembagaan penyelenggaraannya sangat berbeda dengan penyelenggaraan kenavigasian laut;
b.Memperhatikan substansi pengaturan sebagai tindak lanjut dari UU dan PP terkait serta lingkup berlakunya pedoman ini adalah internal dan eksternal Kementerian Perhubungan maka sangat disarankan bahwa legal standing untuk Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini adalah dalam bentuk Peraturan Menteri. Jenis/bentuk pengaturan.
c.Pokok-pokok materi yang perlu diatur di dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini antara lain adalah terkait dengan:
a. Dasar hukum penetapan peraturan: terkait dengan sejumlah peraturan perundangan yang dirujuk dalam peraturan;
b. Definisi-definisi: beberapa definisi penting yang harus diperhatikan dalam peraturan yang dijadikan sebagai acuan pengertian dalam ketentuan selanjutnya;
c. Ketentuan pokok: berisi mengenai pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam peraturan;
d. Ketentuan peralihan: berisi mengenai konsekuensi legal dari pengaturan ini terhadap kondisi eksisting maupun pengaturan yang telah ada;
e. Ketentuan penutup: berisi mengenai pemberlakukan dari peraturan ini.
Karena substansi yang ditulis dalam Rapermen ini sangat banyak, sehingga tidak memungkinkan jika semuanya dituangkan dalam pasal-pasal, sehingga akan.
C.Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau.
1. Metoda pendekatan
Penulisan naskah akademis ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni:
a. Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi sungai dan danau di Indonesia.
b. Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di Lingkungan Direktorat LLASDP dan Biro Hukum Ditjen Perhubungan Darat untuk menentukan ruang lingkup dan materi pengaturan yang disusun;
c. Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai transportasi di sungai dan danau yang ada di negara lain.
2. Materi muatan.
Muatan pengaturan dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini:
a. Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau mulai dari kelaikan kapal, penetapan alur dan perlintasan, penyelenggaraan fasilitas alur pelayaran, bangunan dan instalasi di perairan, pengerukan dan reklamasi, serta salvage dan pekerjaan bawah air, dsb;
b. Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan transportasi sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan);
c. Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau (siapa, melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana);
Dengan demikian bentuk hukum (atau legal standing) yang tepat untuk mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau ini adalah pada level Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan. Setidaknya terdapat 2 alasan pemilihan bentuk hukum ini, yakni:
a.Dalam pedoman ini dimuat sejumlah pengaturan yang merupakan tindak lanjut langsung dari UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai yang mengamanatkan pengaturan melalui Peraturan Menteri;
b. Pedoman ini diberlakukan pada tataran operasional di lapangan dan menjadi acuan bagi aparatur di Daerah (aparatur Pemprov,
Pemkab, dan Pemkot) serta masyarakat luas pengguna sungai dan danau (baik sebagai operator angkutan maupun untuk kepentingan sendiri). Dengan kata lain sifat pengaturannya adalah eksternal Kementerian, sehingga bentuk pengaturannya minimal adalah Peraturan Menteri.
3. Ruang lingkup Naskah Akademis.
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 tentang Kenavigasian, serta dari KM 17/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, serta diadopsi dari peraturan yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pengertian-pengertian terkait.
b.Secara teoritis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk draft peraturan menteri pasal per pasal disampaikan pada Lampiran 1 Draft Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau.Materi (substansi pengaturan).
c.Agar suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dapat berlaku efektif, maka dalam peraturan itu perlu adanya unsur memaksa, yaitu pemikiran tentang pemberian sanksi atas pelanggaran terhadap apa yang diwajibkan atau disyaratkan. Pemikiran sanksi dimaksud dapat berupa: sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif. Sanksi
d.Pada bagian peralihan, memuat pemikiran tentang kemungkinan adanya ketentuan peralihan dan akibat-akibat hukum yang dapat timbul adalah apabila materi hukum yang hendak diatur telah pernah diatur, maka perlu adanya pemikiran tentang adanya ketentuan peralihan.
Sejauh ini belum pernah ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur mengenai manajemen lalu lintas sungai dan danau, atau peraturan ini bukan pengganti dari peraturan sebelumnya. Namun demikian terdapat kemungkinan adanya overlap pengaturan dengan KM 73/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau. Sehingga diperlukan adanya pemikiran mengenai ketentuan peralihan secara terbatas untuk beberapa pasal yang berkaitan. Peralihan
e.Bagian penutup memuat beberapa pengaturan berupa: Penutup.
1)Pernyataan tidak berlaku atau pencabutan peraturan yang ada sebelumnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam hal ini tidak ada peraturan yang telah sebelumnya yang dicabut sebagai konsekuensi logisnya;
2)Pemikiran tentang kapan efektif berlakunya peraturan yang akan diberlakukan berdasarkan analisis kemampuan/kesiapan dari berbagai aspek. Masa efektif berlakunya peraturan mengenai pedoman manajemen lalu lintas sungai ini idealnya sejak tanggal ditetapkan, namun melihat kondisi lapangan yang belum banyak disiapkan, maka:
a)Ketentuan mengenai sumber daya manusia (pengawakan, pejabat pemerintah, dlsb) sebaiknya efektif dilakukan 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan. Artinya sanksi akan diberlakukan setelah 5 tahun untuk memberikan waktu bagi kegiatan pendidikan, sertifikasi, dlsb;
b) Ketentuan mengenai alur pelayaran, pelabuhan, telekomunikasi pelayaran, dan sarana prasarana lainnya sebaiknya diberlakukan 3 tahun setelah peraturan menteri ini ditetapkan. Hal ini ditetapkan untuk memberikan waktu bagi Pemerintah/Pemda untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai ketentuan.
4. Kesimpulan dan saran
Memperhatikan bahwa sampai dengan saat ini belum ada pengaturan mengenai pembangunan pelabuhan sungai dan danau sampai berlalu lintas di sungai dan danau, maka pengaturan melalui Peraturan Menteri ini sangatlah urgent, dalam konteks bahwa: Perlunya pengaturan.
1) Jika tidak segera diatur maka kondisi penyelenggaraan transportasi sungai dan danau di Indonesia akan semakin tidak teratur, sehingga tingkat keselamatan, keamanan, kelancaran, dan perlindungan lingkungan perairan tidak dapat diwujudkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi eksistensi transportasi sungai dan danau di Indonesia untuk masa yang akan datang;
2) Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 mengenai Kenavigasian terdapat mandat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, substansi pengaturan tersebut ini harus dilakukan secara spesifik untuk lalu lintas sungai dan danau karena sifat pergerakannya serta kelembagaan penyelenggaraannya sangat berbeda dengan penyelenggaraan kenavigasian laut;
b.Memperhatikan substansi pengaturan sebagai tindak lanjut dari UU dan PP terkait serta lingkup berlakunya pedoman ini adalah internal dan eksternal Kementerian Perhubungan maka sangat disarankan bahwa legal standing untuk Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini adalah dalam bentuk Peraturan Menteri. Jenis/bentuk pengaturan.
c.Pokok-pokok materi yang perlu diatur di dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini antara lain adalah terkait dengan:
Pokok-pokok materi yang perlu diatur.
1) SDM dan lembaga,
2) Sarana dan prasarana,
3) Tata cara/kerja
5. Lampiran daftar acuan.
Dalam menyusun pedoman ini diacu sejumlah kepustakaan baik secara teoritis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah:
1) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;Peraturan perundang-undangan:
2) PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
3) PP No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian;
4) Keppres No. 17 Tahun 1985 tentang Keselamatan Pelayaran;
5) KM No. 53 Tahun 2004 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
6) KM No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau;
1) TRANS/SC.3/115/Rev.2 CEVNI European Code for Inland Waterway; Peraturan/hukum internasional negara lain:
2) US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management.
D. Ketentuan Teknis pada Pedoman.
1. Pembangunan Pelabuhan
a. Ada beberapa jenis dermaga yang biasa digunakan yaitu : Jenis-Jenis Dermaga
1) Dermaga Quay Wall
2) Dermaga Dolphin
3) Dermaga Apung/Sistem Jetty
b. Pembangunan pelabuhan umum dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan : Persyaratan Pembangunan Pelabuhan Sungai dan Danau
1) administrasi;
2) bukti penguasaan tanah dan perairan;
3) memiliki penetapan lokasi pelabuhan;
4) memiliki rencana induk pelabuhan;
5) desain teknis pelabuhan meliputi kondisi tanah, konstruksi, kondisi hidro oseanografi, topografi, penempatan dan konstruksi sarana bantu navigasi, alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan; Persyaratan Teknis Kepelabuhanan.
1) Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.
2) Persyaratan teknis kepelabuhanan meliputi:
a) Studi kelayakan; Studi kelayakan paling sedikit memuat:
(1) kelayakan teknis; dan
(2) kelayakan ekonomis dan finansial.
b) Desain teknis.
Desain teknis paling sedikit memuat mengenai:
(1) kondisi tanah;
(2) konstruksi;
(3) kondisi hidro oseanografi;
(4) topografi; dan
(5) penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan.
3) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dengan memperhatikan keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi.
4) Persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
c.Sebelum proses pembangunan dilakukan, terlebih dahulu harus dibuat desain. Dasar petimbangan dalam perencanaan dermaga adalah sebagai berikut : Desain Dermaga.
1) Posisi dermaga ditentukan oleh ketersediaan lahan dan kestabilan tanah di sekitar sungai.
2) Panjang dermaga disesuaikan atau dihitung berdasarkan kebutuhan kapal yang akan berlabuh. Dasar pertimbangan desain panjang dermaga yang biasanya dijadikan acuan adalah 1.07 sampai 1,16 panjang kapal (LOA).
3) Lebar dermaga disesuaikan dengan kemudahan aktivitas bongkar muat kapal dan pergerakan kendaraan pengangkutan di darat.
4) Letak dermaga harus dekat dengan fasilitas penunjang yang ada di daratan.
5) Elevasi dermaga ditentukan memperhatikan kondisi elevasi permukaan air sungai/pasang surut.
d.Berikut ini perlengkapan khusus dalam pembangunan dermaga, antara lain :
Perlengkapan/ Peralatan Pembangunan
1) Lampu, tongkang, dan rakit.
2) Tugs (kapal penarik).
3) Kendaraan Amphibi.
4) Crane apung.
5) Penggerak Pile Apung.
6) Bidang mesin dan perlengkapan, elektrik, reparasi mesin, tukang kayu, tukang besi, pipa, dan peralatan las.
7) Landasan pendaratan.
e.Penyediaan material untuk konstruksi teknis bagi pembangun adalah kegiatan yang besar, kompleks, dan mahal. Jika memungkinkan penyediaan dari lokal/ sekitar lebih baik. Pejabat proyek harus mengatur persediaan secara terus menerus untuk stok bahan konstruksi dan peralatan yang tersedia secara lokal. Contoh material yang diharapkan bisa disediakan secara lokal antara lain : kayu, semen, baja struktural, pasir, kerikil, batu, pipa dan perlengkapan listrik, perangkat keras, dan cat. Ketersediaan Material di Sekitar Detail dari ketentuan – ketentuan dalam Pedoman pembangunan Pelabuhan dapat dilihat dalam Konsep Pedoman.
2. Operasional Pelabuhan.
Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin, yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada: Pengoperasian Pelabuhan
1) Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;
2) Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
3) Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau. Pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Pengoperasian pelabuhan dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan ketentuan:
1) adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan
2) tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan sungai/danau.
b.
1) kesiapan kondisi alur; Persyaratan Operasional
2) kesilapan pelayaran pemanduan bagi perairan pelabuhan yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
3) kesiapan fasilitas pelabuhan;
4) kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar pelabuhan;
5) kesiapan keamanan dan ketertiban;
6) kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;
7) kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;
8) kesiapan sarana transportasi darat; dan
9) rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat.
c.
1) Pelayanan
Prosedur pelayanan pelabuhan sungai dan danau Pelabuhan sungai dan danau diselenggarakan untuk pelayanan terhadap :
a) Penumpang
Pelabuhan sungai dan danau untuk penumpang meliputi :
(1) Keberangkatan Penumpang
Syarat-syarat untuk mengatur keberangkatan penumpang meliputi :
(a) Memberi pelayanan sesuai dengan fasilitas yang ada di pelabuhan;
(b) Pemberitahuan keberangkatan kapal.
(c) System penjualan tiket, meliputi :
• Tiket sekali jalan;
• Tiket pulang pergi;
• Tiket berlangganan/ abonemen.
(2) Kedatangan Penumpang
(a) Memberi pelayanan sesuai dengan fasilitas yang ada di pelabuhan;
(b) Memberikan informasi jalur keluar penumpang;
(c) Pemberitahuan kedatangan kapal.
b) Kendaraan beserta muatannya;
Pelayanan pelabuhan sungai dan danau untuk kendaraan beserta muatannya, diatur sebagai berikut:
(1) Kendaraan penumpang,
Pelayanan untuk kendaraan penumpang meliputi:
(a) Pengaturan arus kedatangan kendaraan;
(b) Penjualan tiket di loket;
(c) Pengaturan di area parkir;
(d) Pengaturan masuk ke kapal.
(2) Kendaraan barang;
Pelayanan untuk kendaraan barang meliputi:
(a) Pengaturan arus kedatangan kendaraan;
(b) Penimbangan kendaraan beserta muatannya;
(c) Penjualan tiket di loket;
(d) Pengaturan di area parkir;
(e) Pengaturan masuk ke kapal.
(3) Kendaraan angkutan alat berat.
Pelayanan untuk angkutan alat berat antara lain :
(a) Pembatasan berat maksimum yang tidak melebihi kemampuan MB dan car deck kapal;
(b) Pengaturan arus kedatangan kendaraan;
(c) Penimbangan kendaraan beserta muatannya;
(d) Penjualan tiket di loket;
(e) Pengaturan di area parkir;
(f) Pengaturan dan pengamanan masuk ke kapal
c) Kapal.
Pelayanan pelabuhan sungai dan danau terhadap kapal diatur sebagai berikut :
(1) Sandar dan bongkar muat kapal;
(2) Pengaturan jadwal kapal;
(3) Pengisian BBM dan air tawar;
(4) Pembuangan Limbah kapal;
(5) Komunikasi kapal dengan pelabuhan dan SBNP.
2) Pelayanan dalam Keadaan darurat
Selain pelayanan sungai dan danau disediakan layanan kegiatan penunjang, dan sungai dan danau yang dalam keadaan darurat. Kegiatan pelayananan penunjang yang dimaksud adalah :
a) Kegiatan penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
b) Kegiatan penyediaan kawasan pertokoan;
c) Kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi.
d) Kegiatan penyediaan tempat pengaduan bagi pengguna jasa pelabuhan yang kehilangan sesuatu di areal pelabuhan;
e) Jasa pariwara;
f) Kegiatan perawatan dan perbaikan kapal;
g)Penyediaan fasilitas penampungan dan/atau pengolahan limbah;
h) Penyediaan angkutan dari dan ke kapal di pelabuhan;
i) Jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung dan kantor;
j) Kegiatan,Perhotelan restoran pariwisata pos Kegiatan diatas dilaksanakan oleh :
a) Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan pada pelabuhan sungai dan danau yang diselenggarakan oleh pemerintah;
b) Badan Usaha Pelabuhan sungai dan danau, untuk pelabuhan sungai dan danau yang diusahakan;
c) Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia, atas persetujuan Unit Pelaksana Teknis atau Badan Usaha Pelabuhan. Kegiatan penunjang di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, diwajibkan :
a) Menjaga ketertiban dan kebersihan wilayah pelabuhan yang dipergunakan;
b) Menghindarkan terjadinya gangguan keamanan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan pengoperasian pelabuhan;
c) Bertanggung jawab untuk menjaga keamanan fasilitas yang dimiliki dan ketertiban di lingkungan kerja masing-masing;
d) Melaporkan kepada petugas yang berwenang di pelabuhan apabila mengetahui telah terjadi peristiwa yang dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan kelancaran operasional pelabuhan;
e) Menjaga kelestarian lingkungan.
f) Pelaksana usaha kegiatan penunjang pelabuhan yang tidak mematuhi kewajiban, dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.Hal-hal yang harus diatur pada pelabuhan sungai dan danau adalah sebagai berikut: Prosedur pengaturan pelabuhan sungai dan danau.
1) Pihak pengelola pelabuhan harus memberi papan informasi bagi penumpang di pelabuhan;
2) Pihak pengelola pelabuhan harus memasang tanda/papan pengumuman yang sekurang-kurangnya berisi nama dan jadwal keberangkatan kapal serta tarif di tempat yang mudah terlihat;
3) Pihak pengelola pelabuhan/petugas pelabuhan yang sedang bertugas harus memakai pakaian dan atribut yang telah ditentukan sesuai aturan yang berlaku;
4) Pihak pengelola pelabuhan harus memberikan pelayanan dan menyediakan jasa fasilitas pelabuhan sejak penumpang masuk area pelabuhan sampai dengan masuk ke kapal;
5) Pihak pengelola pelabuhan harus menyiapkan petugas selama jam dinas dan setiap pergantian petugas, harus diadakan serah terima dan membuat daftar absensi.
e.Penyelenggaraan sungai dan danau yang dalam keadaan darurat. Kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi dua Peristiwa.
Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau dalam keadaan darurat
1) Keadaan darurat di perairan
a) Keadaan darurat yang terjadi di kapal;
b) Akibat cuaca buruk.
2) Keadaan darurat di darat
a) Kebakaran di pelabuhan;
b) Kemacetan lalu lintas di pelabuhan;
c) Kerusuhan masal di pelabuhan;
d) Penanganan bahan peledak/ancaman terorisme di pelabuhan
3. Perawatan Pelabuhan.
a.Pada dasarnya pekerjaan perawatan adalah tindakan perbaikan yang tergantung dari besarnya kerusakan yang ditemukan pada saat dilakukan inspeksi rutin maupun inspeksi khusus. Perawatan
b.Kerusakan saluran secara fisik dikategorikan sebagai berikut:
1) kerusakan ringan,
2) kerusakan sedang,
3) kerusakan berat,
Tipe kerusakan
c.Prinsip dasar penanganan perawatan, antara lain:
Prinsip dasar penanganan.
1) perawatan dilakukan terhadap fasilitas pokok maupun fasilitas pendukung yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan operasional kepelabuhan (sandar, tambat,
bongkar-muat barang, dan tempat layanan penumpang)
2) mengangkut dan membuang material sisa perawatan ke daerah yang tepat dan tidak mengganggu lingkungan sekitar kelancaran aktifitas pelabuhan;
3) melakukan perbaikan fasilitas pelabuhan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan cara menyimpan bahan maupun sisa perbaikan.
d.Personil yang diperlukan dalam pekerjaan perawatan mempunyai kriteria sebagai berikut:
1) pekerjaan perawatan ringan dan sedang:
Personil
a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi bangunan kepelabuhanan;
b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan;
2) pekerjaan perawatan besar:
a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi bangunan kepelabuhanan;
b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan;
c) didampingi tenaga ahli/engineer yang cukup berpengalaman; dalam bidang kepelabuhanan dan pekerjaan konstruksi serta mampu menterjemahkan laporan dari inspektur kegiatan inspeksi.
e.Ketentuan mengenai inspeksi rutin secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) inspeksi merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual dengan mencatat kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya;
2) inspeksi rutin dilaksanakan minimum dua kali satu tahun, pada awal musim hujan dan akhir musim hujan;
3)hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat dipakai sebagai bahan/data
untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan;
4)dalam melakukan inspeksi rutin harus memperhatikan:
a) aspek efisiensi dan koordinasi;
b) aspek keselamatan;
c) aspek kelancaran lalulintas kapal / aktifitas dermaga. Inspeksi rutin Ketentuan mengenai inspeksi khusus pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
1) akibat adanya peristiwa/kejadian tertentu (luar biasa) seperti: bencana alam, kecelakaan dan atau informasi dari masyarakat sekitarnya;
2) merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya.
3) hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat digunakan sebagai bahan/data untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan khusus. Detail dari ketentuan-ketentuan mengenai perawatan pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman Perawatan Pelabuhan Sungai dan Danau. Inspeksi khusus.
1) perawatan dilakukan terhadap fasilitas pokok maupun fasilitas pendukung yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan operasional kepelabuhan (sandar, tambat,
bongkar-muat barang, dan tempat layanan penumpang)
2) mengangkut dan membuang material sisa perawatan ke daerah yang tepat dan tidak mengganggu lingkungan sekitar kelancaran aktifitas pelabuhan;
3) melakukan perbaikan fasilitas pelabuhan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan cara menyimpan bahan maupun sisa perbaikan.
d.Personil yang diperlukan dalam pekerjaan perawatan mempunyai kriteria sebagai berikut:
1) pekerjaan perawatan ringan dan sedang:
Personil
a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi bangunan kepelabuhanan;
b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan;
2) pekerjaan perawatan besar:
a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi bangunan kepelabuhanan;
b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan;
c) didampingi tenaga ahli/engineer yang cukup berpengalaman; dalam bidang kepelabuhanan dan pekerjaan konstruksi serta mampu menterjemahkan laporan dari inspektur kegiatan inspeksi.
e.Ketentuan mengenai inspeksi rutin secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) inspeksi merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual dengan mencatat kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya;
2) inspeksi rutin dilaksanakan minimum dua kali satu tahun, pada awal musim hujan dan akhir musim hujan;
3)hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat dipakai sebagai bahan/data
untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan;
4)dalam melakukan inspeksi rutin harus memperhatikan:
a) aspek efisiensi dan koordinasi;
b) aspek keselamatan;
c) aspek kelancaran lalulintas kapal / aktifitas dermaga. Inspeksi rutin Ketentuan mengenai inspeksi khusus pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
1) akibat adanya peristiwa/kejadian tertentu (luar biasa) seperti: bencana alam, kecelakaan dan atau informasi dari masyarakat sekitarnya;
2) merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya.
3) hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat digunakan sebagai bahan/data untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan khusus. Detail dari ketentuan-ketentuan mengenai perawatan pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman Perawatan Pelabuhan Sungai dan Danau. Inspeksi khusus.
4. Pengusahaan pelabuhan.
a.Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang. yang terdiri atas:
Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
1) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
2) penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
3) penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
4) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
5) penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
6) penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;
7) penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
8) penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau
9) penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal. Kepengusahaan di pelabuhan sungai dan danau meliputi kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan.
Izin usaha diberikan setelah memenuhi persyaratan: Izin Pengusahaan.
1) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
2) berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan;
3) memiliki akte pendirian perusahaan; dan
4) memiliki keterangan domisili perusahaan.
c.Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan jangka waktu konsesi disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar. Konsesi atau Bentuk Lainnya.
d.Perjanjian pengusahaan pelabuhan paling sedikit memuat:
Perjanjian Pengusahaan.
1)lingkup pengusahaan;
2)masa konsesi pengusahaan;
3)tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
4)hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;
5)standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
6)sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
7)penyelesaian sengketa;
8)pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
9) sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia;
10) keadaan kahar; dan
11) perubahan-perubahan.
1) Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan.Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan, pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan. Peralihan Pengusahaan.
2) Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme pelelangan dalam melaksanakan kegiatan pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kerjasama pemanfaatan pelelangan diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian kerjasama pemanfaatan ditandatangani.
f.Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk:
Kerjasama Pengusahaan
1) penyewaan lahan;
2) penyewaan gudang; dan/atau
3) penyewaan penumpukan.
Penyewaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Detail dari ketentuan-ketentuan mengenai pengusahaan pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau.Hasil Kerjasama Pengusahaan.
5. Berlalu-lintas di Sungai dan Danau
Setiap kapal sungai dan danau yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau dan berlayar di alur pelayaran sungai dan danau di Indonesia wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Kapal Untuk Berlalu Lintas di Sungai
1) Telah diukur dan didaftarkan yang ditunjukkan dengan dimilikinya surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, dan pas sungai dan danau;
2) Telah memenuhi memenuhi persyaratan kelaikan kapal yang ditunjukkan dengan dimilikinya setifikat kelaikan kapal;
3) Diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia dan telah memenuhi persyaratan kompetensi yang ditunjukkan dengan dimilikinya sertifikat profesi dan/atau sertifikat kecakapan;
4) Telah mendapatkan surat persetujuan berlayar.
b.Kewenangan pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, pas sungai dan danau, serta sertifikat kelaikan kapal diberikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota sebagai tugas pembantuan, dengan pembagian tugas sebagai berikut: Surat Ijin Kapal
1) Untuk kapal dibawah GT 35 (< 35 GT) kewenangannya diberikan kepada Bupati/Walikota;
2) Untuk kapal GT 35 atau lebih (> 35 GT) atau lebih kewenangannya diberikan kepada Gubernur.
Pelaksananaan pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, pas sungai dan danau, serta sertifikat kelaikan
kapal dilakukan berdasarkan pada pedoman dan prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
c.Daerah lalu lintas pedalaman adalah bagian tertentu dari alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari oleh kapal laut..
Daerah lalu lintas pedalaman merupakan perairan di sisi darat laut teritorial yang diukur dari sisi dalam garis penutup muara sungai dan danau sampai dengan lokasi pelabuhan sungai dan danau yang terjauh yang menjadi tujuan kapal laut. Daerah lalu lintas pedalaman ditetapkan dengan mempertimbangkan: Daerah Lalu Lintas Pedalaman
1) Lebar, kedalaman, radius tikungan, ruang bebas, dan kecepatan arus air di alur pelayaran.
2) Jenis kapal laut yang diperbolehkan menggunakan alur pelayaran tersebut;
3) Kelas, lokasi dan kondisi perairan pelabuhan sungai dan danau yang dituju;
4) Kondisi lingkungan perairan dan area di sekitar sungai dan danau. Bagian alur pelayaran sungai dan danau yang ditetapkan sebagai daerah lalu lintas pedalaman harus:
1) Ditandai batasan pemberlakuannya dengan menempatkan rambu petunjuk batas lokasi;
2) Dicantumkan dalam peta sungai dan danau dan buku petunjuk pelayaran sungai dan danau. Kapal laut yang berlayar pada daerah lalu lintas pedalaman harus mendapatkan izin dari Syahbandar dan Kepala Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Sungai dan Danau.
d.Daerah kewaspadaan adalah bagian tertentu dari alur pelayaran sungai dan danau di mana kapal harus berlayar dengan penuh kehati-hatian. Daerah kewaspadaan ditetapkan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kapal dan dapat menimbulkan gangguan terhadap perlindungan lingkungan di perairan tersebut. Daerah kewaspadaan ditetapkan pada bagian alur pelayaran tertentu yang secara teknis operasional kenavigasian berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran, misalnya: Daerah Kewaspadaan.
1) Pada bagian alur pelayaran yang sempit, berada di tikungan tajam, dan dengan kecepatan arus air cukup tinggi;
2) Pada bagian alur pelayaran yang lalu lintas kapalnya padat, merupakan lokasi perlintasan, dan sekitar perairan pelabuhan;
3) Pada bagian alur pelayaran yang terdapat banyak gangguan dan/atau halangan dari instalasi atau bangunan, kerangka kapal, pendangkalan, kabut, logging, dan lain sebagainya.
e.Setelah mendapatkan surat persetujuan berlayar, maka sesaat sebelum berlayar Nakhoda wajib melaporkan keberangkatan kapalnya kepada Kepala Unit Pengoperasian Alus Pelayaran Sungai dan Danau melalui stasiun radiotelepon sungai dan danau setempat. Nakhoda wajib membawa peta sungai dan buku petunjuk berlayar serta mematuhi ketentuan mengenai sistem rute yang ditetapkan dan mematuhi perintah yang diberikan oleh Petugas Pengawas Alur Pelayaran Sungai dan Danau. Selama berlayar di alur pelayaran sungai dan danau, secara berkala nakhoda harus melaporkan status perjalanannya kepada Kepala Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Sungai dan Danau melalui stasiun radiotelepon sungai dan danau setempat berkenaan posisi kapal serta informasi yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran. Prinsip Berlayar di Alur Pelayaran dan Pelabuhan Sungai dan Danau.
f.Sikap kapal secara umum dalam berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau yang harus diperhatikan oleh Nakhoda adalah sebagai berikut:
Sikap Kapal Secara Umum.
1) Semua nakhoda harus berada dalam kondisi siaga dan penuh perhatian dengan mendengarkan isyarat bunyi dan memperhatikan isyarat lampu yang dikeluarkan oleh kapal lain, memperhatikan keadaan di sekitarnya termasuk memperhatikan gerakan kapal yang sedang mendekat agar tidak terjadi tubrukan.
2) Pada perairan yang tenang, apabila dua buah kapal bertemu pada situasi depan, maka kapal yang berukuran lebih kecil harus mengambil gerakan menghindar dari dari kapal yang lebih besar.
3) Pada perairan yang dipengaruhi oleh arus air, apabila dua buah kapal bertemu pada situasi depan, maka kapal ke arah hulu harus mengambil gerakan menghindar dari kapal ke arah hilir.
4) Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan yang aman sehingga memungkinkan baginya untuk melakukan gerakan menghindar yang tepat untuk mencegah terjadinya tubrukan.
5) Jika bertemu dengan kapal lain, atau didahului oleh kapal lain atau melalui daerah dimana diperlukan pengurangan kecepatan, setiap kapal harus mengendalikan kecepatannya dan menjaga jarak sejauh mungkin dari kapal yang mendahului atau daerah dimaksud untuk menghindari terjadinya tubrukan atau timbulnya gelombang yang membahayakan.
g.Jika kapal berlayar pada kondisi jarak pandang bebas, maka terdapat beberapa prinsip berlalu lintas yang harus diperhatikan nakhoda, yakni: Sikap Kapal Pada Kondisi Jarak Pandang Bebas.
1) Kecuali ditentukan lain oleh sistem rute, maka jika terjadi pertemuan kapal pada situasi depan, maka kapal harus mengambil sikap sebagai berikut:
a) Di alur pelayaran sungai, kapal ke arah hulu harus
memberikan jalan kepada kapal ke arah hilir;
b) Di alur pelayaran danau, kapal yang bertemu harus melakukan tindakan saling menghindar ke arah kanan;
2) Kapal dilarang saling mendahului di alur pelayaran sungai dan danau yang sempit atau di tikungan atau jeram atau di sekitar jembatan atau pada lokasi yang ditetapkan melalui rambu.
3) Kapal dapat saling mendahului pada bagian alur sungai dan danau yang diizinkan dengan tetap mengutamakan prinsip keselamatan, memberikan isyarat, dan menjaga jarak aman.
4) Kapal yang akan menyeberangi alur pelayaran sungai dan danau harus mengutamakan lalu lintas utama dan memberikan isyarat sesuai ketentuan.
5) Kapal yang berlayar secara beriringan harus tetap menjaga jarak aman dan dilengkapi dengan tanda awal dan akhir dari iring-iringan.
6) Kapal yang akan mengubah haluan dan/atau berputar balik harus memperhatikan situasi dan kondisi alur yang ada dan harus memberikan isyarat sesuai dengan ketentuan.
h.Jika kapal berlayar pada kondisi jarak pandang terbatas atau malam hari, maka terdapat beberapa prinsip berlalu lintas yang harus diperhatikan nakhoda, yakni: Sikap Kapal Pada Kondisi Jarak Pandang Terbatas
1) Jika jarak pandang terbatas, kapal sebaiknya tidak
melanjutkan pelayaran dan mencari tempat yang aman untuk berlabuh/membuang jangkar.
2) Pelayaran pada malam hari hanya diijinkan pada alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari pada malam hari sebagaimana ditunjukkan melalui rambu yang dipasang.
3) Kapal yang tidak dilengkapi dengan penerangan/lampu dan peralatan isyarat bunyi tidak diijinkan berlayar pada malam hari.
i.Ketentuan untuk pergerakan kapal di perairan pelabuhan dan daerah labuh adalah sebagai berikut:
Ketentuan Pergerakan Kapal di Perairan Pelabuhan dan daerah labuh.
4) Sebelum sandar atau bertolak untuk berlayar, kapal harus memperhatikan situasi dan kondisi alur yang ada dan memastikan bahwa tidak akan mengganggu pergerakan kapal lain yang telah berlayar dan memberikan isyarat sesuai dengan ketentuan.
5) Setiap kapal dilarang untuk membuang sauh di alur yang sempit atau alur yang berbelok atau perairan lainnya dimana tindakan kapal tersebut akan mengganggu pelayaran kapal lainnya.
6) Kapal yang beroperasi di perairan pelabuhan dan di daerah labuh harus menjaga kecepatannya agar tidak menimbulkan gelombang yang dapat menggangu keselamatan kapal lainnya. Secara detail, gambaran penjelasan mengenai tata cara berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau yang akan disajikan dalam Lampiran Pedoman Berlalu-lintas di Sungai dan Danau.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari proses analisis yang dilakukan terhadap sistem transportasi sungai dan danau dapat disimpulkan beberapa hal penting berikut ini:
1. Kondisi yang diamati di lapangan memberikan gambaran permasalahan sebagai berikut:
a. Belum ada batasan yang jelas mengenai batas antara pelabuhan laut dan sungai di muara sungai bahkan di hulu sehingga mempengaruhi kegiatan penyelenggaraannya;
b. Belum terdapat pedoman kelembagaan mengenai pengaturan pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan pelabuhan SD;
c. Akibat belum adanya SOP perawatan pelabuhan, mengakibatkan beberapa daerah tidak ada anggaran untuk perawatan pelabuhan yang ada, sehingga banyak kondisinya yang tidak terawat, bahkan tidak layak untuk digunakan;
d. Kurang koordinasinya pembangunan infrastruktur yang melintang sungai dengan pengelola/penyelenggara angkutan sungai mengakibatkan terganggunya lalu lintas angkutan sungai, seperti permasalahan gelagar jembatan yang rendah;
e. Sistem rute dan tata cara berlalu lintas belum ditetapkan dan dijalankan sebagaimana mestinya;
2. Isi dari pedoman di bidang transportasi sungai dan danau antara lain mengenai :
a.Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau mulai dari perizinan, persyaratan-persyaratan, material/bahan;
b.Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan dalam kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan);
c.Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam kepelabuhanan sungai dan danau dan berlalu lintas di sungai dan danau (siapa, melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana);
3. Kegiatan kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau merupakan kegiatan teknis operasional yang sebaiknya dilakukan oleh suatu unit tersendiri yang berbentuk UPT (Unit Pelaksana Teknis)
B. Saran.
Dari kesimpulan tersebut di atas terkait dengan penyusunan pedoman umum di bidang transportasi sungai dan danau, maka direkomendasikan beberapa kebijakan dan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Penetapan batasan alur pelayaran antara laut dengan sungai dan danau perlu segera dilakukan untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraannya;
2. Peraturan mengenai kepelabuhanan sungai dan danau sangat diperlukan untuk meningkatkan produktifitas dan efektifitas pelabuhan-pelabuhan di sungai dan danau;
3. Peraturan mengenai lalu lintas sungai dan danau sangat diperlukan untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, dan perlindungan perairan;
4. Kajian teknis kelembagaan dan pembatasan wilayah transportasi sungai dan danau pada sejumlah alur pelayaran yang strategis perlu segera dilakukan agar dapat ditetapkan sistem rute dan tata cara berlalu lintasnya.
5. Perkuatan kelembagaan dalam pengoperasian alur pelayaran sangat diperlukan.
Pewarta : rn
Admin 081357848782 (0)