BANYUASIN,TRIBUNUS.CO.ID - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) kembali menemukan adanya potensi korupsi yang dapat merugikan keuangan negara. Dalam hal ini, dugaan Mark-Up Spek Mutu Beton di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Banyuasin. Temuan ini terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS II) Tahun 2019.
Melansir buku IHPS II 2018 melalui keterangan tertulis secara resmi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (15/8/2019), diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuasin pada tahun anggaran 2018 lalu telah mengalokasikan untuk belanja modal sebesar : Rp285.489.609.049.
Baca juga berita di bawa ini :http://www.tribunus.co.id/2018/12/866-paket-pl-alternatif-kkn-add.html?m=1https://www.tribunus.co.id/2019/01/kpk-selidiki-kasus-pengadaan-barang.html
Pemkab Banyuasin Pada Pengadaan barang jasa yang menggunakan metode Penunjukan Langsung (PL) tahun 2018 kemarin BPK melakukan pemeriksaan ulang terkait adanya 22 temuan pada paket PL di Sekda Kab, Banyuasin namun untuk meminta keterangan lebih rincih Pemkab Banyuasin baik pun BPK RI enggan memberikan keterangan secara rinci.
Suatu Bukti ketidak transparanan nya ULP Kab, Banyuasin itu ialah dari pengakuan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Banyuasin Muhammad Sujai Pada hari Rabu (24/10/2018) lalu ia menerangkan dari 120 paket pengadaan barang dan jasa maupun tender yang harus dilaksanakan berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Pada hal paket pengadaan yang melalui ULP untuk tahun 2018 sebanyak lebih kurang 911 paket PL itu artinya pengakuan Kepala Bagian ULP yang hanya 120 itu diragukan kebenarannya.
Pada hal paket pengadaan yang melalui ULP untuk tahun 2018 sebanyak lebih kurang 911 paket PL itu artinya pengakuan Kepala Bagian ULP yang hanya 120 itu diragukan kebenarannya.
Dan telah direalisasikan per 30 November 2018 senilai Rp 170.278.520.009,74 atau 59 persen dari anggaran yang diantaranya, direalisasikan untuk pembangunan pada peningkatan jalan dari Simpang Lubuk Lancang Menuju Kecamatan Pulau Rimau.
Baca juga berita di bawa ini :https://www.tribunus.co.id/2019/01/mbm-ls3-jpkp-tribunuscoid-dan-petisico.htmlhttps://www.tribunus.co.id/2019/05/diduga-sogok-oknum-auditor-inspektorat.html
Proyek pembangunan Infrastruktur tersebut dilaksanakan oleh PT NMB dengan nomor Kontrak ; 03/Kontrak/PPK-APBD/ SP.LL/ PUTR /2018. tertanggal 5 September 2018 dengan nilai anggaran sebesar Rp4.716.621.863,48.
FITRA Sumsel menyampaikan, bahwa sebagaimana kesepakatan tertuang dalam berita acara pada pengujian kualitas beton Nomor : 02 /BAK Quality /Belanja- Banyuasin /11/ 2018. tanggal 7 Desember 2018 antara BPK, PPK dan Rekanan disebutkan bahwa pengujian kuat tekan mewakili mutu beton atas keseluruhan pekerjaan pada perkerasan beton yang ada di dalam kontrak yaitu dengan luas 1.507,20 m³.
Namun dari laporan hasil uji tekan beton Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya Nomor : 10452/PL6.4.2/LP/2018, ternyata hasil pengujian pada lima sampel menunjukkan bahwa nilai kuat tekan beton rata-rata hanya sebesar 133,36 kg/cm² yang jauh dibawah standar sebagaimana tertuang dalam kesepakatan tersebut atau tidak mencapai kuat tekan beton yang telah ditetapkan dalam persyaratan yaitu K-250.
Baca juga di bagian ini :http://www.tribunus.co.id/2019/01/umir-tonoh-sh-ketua-ls3-kabupaten.html?m=1http://www.tribunus.co.id/2019/02/syamsuri-haj-menagih-janji-kapolri.html?m=1
“Hal ini tentu sangat merugikan keuangan negara serta masyarakat pada umumnya, karena jalan yang dibangun dipastikan akan cepat rusak karena adanya pengurangan pada mutu beton dari K-250 menjadi K-133,36/cm². Sementara pembiayaan tetap dengan harga pada Spek K-250,” terang Nunik Handayani selaku Koordinator FITRA Sumsel Kamis (15/8/2019) Kemarin.
Ia pun menilai permasalahan tersebut juga telah melanggar Perpres Nomor 4 Tahun 2015 terutama pada Pasal 6 huruf g dan Pasal 89 ayat 2 huruf a tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Karena itu, selaku Lembaga Pemantau Transparansi Anggaran Daerah, FITRA meminta pihak yang diduga telah melanggar kesepakatan kontrak kerja sama pengerjaan proyek tersebut untuk segera memproses kelebihan pembayaran dan menyetorkan kembali ke Kas Daerah.
“Kami juga meminta Inspektorat daerah serta Aparat Penegak Hukum untuk segera memeriksa dan memproses secara hukum pihak-pihak terkait yang telah mengakibatkan kerugian pada keuangan negara atas permasalahan ini,” tegasnya.
Pewarta : rn
Admin 081357848782