Ilustrasi kemiskinan dan runtuhnya hukum dan keadilan di Kabupaten Banyuasin.
BANYUASIN,TRIBUNUS.CO.ID - Dengan kondisi masyarakat Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang saat ini makin terhimpit oleh perekonomian bahkan biaya untuk bertahan hidup keseharian makin menyempit.
Lapangan pekerjaan sebagai mata pencaharian sudah tidak menentu yang berkuasa itulah penguasa rakyat menjadi jelata terlihat jelas di matanya takut dan takut kemiskinan dan kebutuhan menjadi cambuk kelemahan untuk sang penguasa menggiring menjadi salah.
Ini semua oleh ulahnya sang raja yang dahaga pada saat detik detik di penghujung tepi bantaran kami jelata duduk termangu menatap pilu akan melihat sang penguasa yang angkuh.
Ujang Pak Burhan, masyarakat sekitar, memaparkan" kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Kabupaten Banyuasin Sumsel semakin tidak terkendali lagi dari penganggaran yang hanya menguntungkan sepihak ditambah, lagi dengan istilah titipan anggaran setiap penganggaran sampai ke Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Perjalanan dinas Pejabat baik keluar maupun ke dalam daerah hanya rekayasa (Fiktif) Banyuasin Rabu 24 Juli 2019.
Tentu menelan dana tidak sedikit namun itu semua tidak tersentuh hukum dengan penindakan sebagaimana mestinya Dana Pokok Pikiran Rakyat (PIRA) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang senilai Rp 1,5.M setiap anggota DPR nya yang di tumpang tindihkannya dengan Dana Desa (DD) di setiap desa nya Rp 1,2.M luput dari pengawasan yang ada hanya bagi bagi uang (oknum) sama sekali tidak terlalu menjadi arti bagi masyarakat Khususnya Kabupaten Banyuasin.
inilah keseharian anak anak sekolah demi mengenya pendidikan tu bekal kelak.
Dengan memohon kepada Yth : Bapak Kapolres, Bapak Kajari Kab Banyuasin, Bapak Kapolda Bapak Kajati Sumsel, dan Bapak Kapolri, Bapak Kejagung hingga Bapak Negara Presiden Republik Indonesia H. Joko Widodo," Untuk 30 Anggota DPRD Kab Banyuasin yang terpilih kembali untuk diproses secara hukum serta untuk dilakukan penundaan Pelantikan nya karena sudah dengan jelas melakukan KKN, Pelanggaran Pemilu legislatif turut membantu bersama-sama dengan menguntungkan secara pribadi para kepala desa kepala desa, mohon dengan sangat Pak, Mohon Ujang.
Lebih jelasnya baca beberapa berita di bawa ini ; https://www.tribunus.co.id/2019/07/selama-pimpinan-dprd-kabupaten.htmlhttps://www.tribunus.co.id/2019/07/duwet-manis-joki-dan-kasubag-protokol.html?m=1https://www.tribunus.co.id/2019/07/pns-sulit-tolak-keinginan-kepala-daerah.html?m=1
Kita berasumsi bahwa tidak ada desa yang tidak melakukan musyawarah desa (Musdes). Apakah dalam pelaksanaanya dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat atau hanya melibatkan segelintir orang saja. Itu yang masih diragukan dan yang menurut kita temui ini jarang kali dilakukan oleh Kepala Desa.
Musyawarah desa yang ideal yaitu musyawarah yang diselenggarakan dan dilaksanakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada desa. Begitulah UU Desa mensyariatkannya.
Baca juga ; http://www.tribunus.co.id/2018/12/866-paket-pl-alternatif-kkn-add.html?m=1http://www.tribunus.co.id/2019/02/syamsuri-haj-menagih-janji-kapolri.html?m=1
1. Siapa saja unsur masyarakat di desa?
Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Dalam implementasinya, unsur masyarakat desa termasuk perwakilan yang jarang diudang dalam forum Musdes? Padahal unsur masyarakat di desa itu cukup banyak. Unsur masyarakat desa bisa terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, perwakilan petani, nelayan, pedagang, perwakilan perempuan maupun masyarakat miskin dan lain-lain sesuai kondisi desa masing-masing.
Semua unsur tersebut seharusnya diundang dalam musyawarah desa, dan setiap wakil dari perwakilan harus diberikan kebebasan menyatakan pendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama.
Semua unsur tersebut seharusnya diundang dalam musyawarah desa, dan setiap wakil dari perwakilan harus diberikan kebebasan menyatakan pendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama.
Baca juga di bagian ini atas penegaan hukum ;http://www.tribunus.co.id/2018/11/nasib-banyak-orang-terabaikan-ketika.html?m=1
Kemudian, keputusan hasil Musdes disampaikan secara transparan dan terbuka kepada masyarakat desa. Karena, informasi hasil Musdes bukan hanya milik BPD, Kepala Desa, Kadus dan Perangkat Desa saja. Tapi milik seluruh masyarakat desa.
2. Siapa yang membuat Musdes?
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah salah satu organ yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan desa. Salah satu tugasnya adalah melaksanakan penyelenggara musyawarah desa (Musdes).
Dalam Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa, jelas disebutkan. Badan Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pihak yang melaksanakan penyelenggaraan musyawarah desa.
Tapi kenapa di Kabupaten Banyuasin tidak ada ubahnya cak lah tulah….!!!!!
Ketua BPD bertugas menetapkan panitia, mengundang peserta Musdes, serta menandatangani berita acara Musyawarah Desa. Ketua BPD juga sebagai pimpinan rapat Musdes.
Bahkan dalam Pedoman Teknis Peraturan di Desa disebutkan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.
Baca juga ; https://www.tribunus.co.id/2019/05/di-kabupaten-banyuasin-dunia-pendidikan.html
https://www.tribunus.co.id/2019/05/rakyat-banyuasin-jangan-cederai-dan.html
3. Musdes yang ideal
Musdes yang ideal yaitu musyawarah desa yang pelaksanaannya berlansung secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada desa.
Namun, sebagian pihak di desa. Partisipasi aktif masyarakat dalam forum musyawarah desa (Musdes) tidak diharapkan.
Tipe kepemimpinan konservatif-involutif akan melaksanakan Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, daftar peserta akan diseleksi terlebih dahulu dipilih dari sekian calon peserta Musdes yang dapat dikendalikannya. Kepemimpinan konservatif-involutif berbeda dengan kepemimpinan inovatif-progresif.
Tipe kepemimpinan inovatif-progresif mereka menginginkan pelaksanaan Musdes dengan melibatkan setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempuan, hingga perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa.
Inilah Pemimpin Desa yang Ideal, yang diharapkan ada dan hidup di desa. Sekarang bagaimana gaya kepemimpinan di desa Anda??
Pewarta : rn
Admin 081357848782 (0)