TRIBUNUS.CO.ID, JAWA BARAT - Sukabumi. Pungutan retribusi liar (Pungli) di Terminal Jubleg Sukabumi masih marak di lakukan bagi para calon para penumpang oleh oknum petugas yang tidak bertanggung jawab di terminal Jubleg Sukabumi. Dimana yang seharusnya para penumpang membeli melalui peron yang ada pada loket, namun penarikan retribusi dilakukan pada saat penumpang sudah ada dalam kendaraan umum, ini bisa di kategorikan pungli.
Penumpang yang masuk ke Terminal Jubleg yang seharusnya membeli tiket peron bukannya di tarik saat sudah dalam angkutan umum, petugas penarikan retribusi yang dilakukan oleh petugas yang menggunakan seragam lengkap beratribut Dinas Perhubungan dengan besar penarikan retribusi kepada setiap calon penumpang Rp 500 tanpa di beri karcis tanda bukti retribusi. Seperti yang di alami calon penumpang pemakai jasa angkutan umum Wati dan Putri penumpang dengan tujuan Segaranten. "Dalam pelaksanaannya, ada yang memakai karcis dan juga tanpa memakai karcis oleh oknum petugas tersebut." ujarnya
Terpisah, himpunan informasi yang didapat awak media Tribunus.co.id di lapangan, Rahman warga limbangan juga mengalami kejadian yang sama tanpa di beri karcis sebagai tanda bukti bayar retribusi sebesar Rp 500,- ini sangat sangat di sayangkan dengan adanya aktifitas penarikan retribusi tanpa menerima bukti pembayaran olek oknum petugas setempat meski nilainya kecil.
"Tidak pake tiket, kadang-kadang pake. Saya bayar Rp 500,- ke petugas saat mobil akan berangkat." kata Rahman kepada watawan tribunus.co.id.
Sementara itu, terkait soal pungutan tersebut sudah diatur oleh Peraturan Daerah (Perda) Kota Sukabumi No.17 tahun 2017, tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir serta Terminal, yang diatur Bab XV Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Terminal Pasal 49.
Dalam aspek aturan hukum, pungutan di daerah harus didasarkan pada UU Nomor: 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. UU ini mengklasifikasikan pungutan daerah dalam dua bentuk, yaitu pajak dan retribusi daerah. Dalam dua klasifikasi ini, kita akan membahas khusus mengenai retribusi daerah yang biasanya menjadi alasan dalam pungutan secara liar.
Menurut UU ini, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dalam pengertian ini, retribusi mensyaratkan adanya jasa atau pemberian izin tertentu oleh pemerintah daerah. Tanpa syarat ini, retribusi tidak bisa dipungut oleh pemerintah daerah dan pungutan tersebut bisa dikategorikan sebagai pungutan liar.
Selain itu, UU Pajak dan Retribusi Daerah mengatur pungutan daerah secara limitatif, yang berarti pungutan atas nama retribusi secara limitatif telah ditentukan UU ini. Dalam hal ini, UU menentukan bahwa klasifikasi retribusi ada tiga jenis, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan.
Dari kategori tersebut, pungutan di terminal termasuk dalam retribusi terminal. Dari titik ini kita harus melihat apakah objek retribusi terminal tersebut. UU menentukan bahwa objek retribusi terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.
Dengan demikian, retribusi terminal dapat ditarik jika terminal tersebut memenuhi kriteria pelayanan dan usaha di atas serta dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. Jika unsur-unsur ini tidak dipenuhi, pungutan yang diambil dapat diklasifikasikan sebagai pungli. Oleh karena itu pungutan yang dilakukan kepada bus atau truk yang hanya melewati terminal adalah pungli dan harus diberantas.(Rachmat)
Admin 081357848782 (0)