Dalam kitab Sanghyang Siksakandang Karesian (tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi) yang merupakan naskah didaktik, juga telah disebutkan adanya beberapa motif batik yang digunakan pada masa lalu. Motif batik yang disebutkan dalam naskah tersebut antara lain: Kembang Muncang, Gagang Senggang, Sameleg, Seumat Sahuruan, Poleng Rengganis, Jayanti, Mangin Haris, Kampuh Jayanti, Ragen Panganten dan beberapa nama lainnya. Namun nama-nama motif tersebut tidak dijelaskan dengan gambar. Kini beberapa daerah menterjemahkan nama-nama tersebut dalam bentuk gambar untuk motif batik.
Terdapat beberapa wilayah pembatikan di Jawa Barat yang masih memproduksi kain batik dengan kekhasan masing-masing daerahnya. Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Indramayu, dan Cirebon merupakan daerah yang masih memiliki kriya tekstil tradisional yang mampu bertahan dan bersaing hingga kini.
Ragam motif batik Jawa Barat umumnya diilhami dari keindahan dan kekayaan alam yang subur di tatar Priangan dan digambarkan secara naturalistik. Cirebon dan Indramayu yang memiliki sejarah panjang tentang batik saling mengisi dan memberi pengaruh. Pengaruh lokal dan berbagai pengaruh dari budaya asing, Cina, Hindu, dan Islam, tampak pada batik dengan motif Angkin (corak anyaman), Banji, Kawung, dan lar. Namun banyak pula jenis-jenis flora yang ada di daerah Sunda/Priangan umumnya dijadikan inspirasi oleh para seniman dan perajin dalam menciptakan karyanya.
Seni batik di daerah pembatikan Jawa Barat mulanya hanya dikenal di beberapa daerah seperti Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Cirebon, dan Indramayu. Seni batik di Tasikmalaya diduga dikenal sejak zaman kerajaan “Tarumanegara”.
Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan ialah Wurug/Urug. Daerah yang dikenal dengan kerajinan batiknya, yaitu Kabupaten Tasikmalaya Sukapura dan Tasikmalaya Kota. Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-19. Batik Ciamis saat ini telah kembali dikembangkan dengan pendampingan dari Yayasan Batik Jawa Barat, setelah mengalami masa sulit akibat krisis ekonomi beberapa tahun silam.
Selain Indramayu, Cirebon, Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis, di wilayah Jawa Barat lainnya telah muncul beragam batik dari berbagai daerah yang sebelumnya tidak memiliki latar belakang budaya batik. Majalengka, Sumedang, Cianjur, Kuningan, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Subang, Cimahi adalah beberapa daerah baru yang mengusung batik sebagai salah satu keunggulannya.
Dalam proses perencanaan untuk memunculkan kegiatan kerajinan yang berlatar kriya tekstil sangat penting dilakukan upaya riset dari berbagai latar belakang budaya dan kehidupan yang menjadi kekayaan wilayah setempat. Hal ini menjadi salah satu hal penting dilakukan untuk menentukan dan mengembangkan karakter visual yang akan menjadi jati diri dari wilayah atau daerah kota dan kabupaten yang akan mengembangkan batik.
Bukan sesuatu hal yang mudah untuk menentukan dan membuat keputusan yang tepat terhadap sebuah peristiwa penting dalam lingkup kemasyarakatan pada wilayah atau daerah tertentu, mengingat beberapa daerah kabupaten di Jawa Barat tidak memiliki latar belakang budaya kesenian kriya batik, sementara daerah penghasil batik yang terlebih dulu ada telah dan harus teruji eksistensinya dalam kurun waktu yang begitu lama.
Cirebon dan Indramayu termasuk kelompok Batik Pesisiran, pantai utara Jawa. Karakter batik Pesisiran dipengaruhi oleh sifat masyarakat pesisiran yang memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh budaya luar. Budaya Cina, Timur Tengah atau Arab, Hindu Jawa, Eropa terutama Belanda.
Sebagian motif Batik Cirebon dipengaruhi oleh batik Kraton Kanoman, Kasepuhan dan Keprabonan. Konon berdasarkan sejarah dari kraton muncul beberapa desain batik Cirebon Klasik seperti Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, dan lain-lain.
Saat ini Batik Cirebon cenderung mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah sehingga warna-warna batik Cirebonan lebih aktraktif dan dinamis. Sentra Batik Cirebon terdapat di daerah Trusmi sehingga terkenal dengan sebutan Batik Trusmi. Namun daerah pembatikan di Ciwaringin Cirebon juga telah mulai menjadi tujuan belanja selain Trusmi.
Indramayu atau disebut juga dengan Dermayu pada mulanya merupakan wilayah Kerajaan Galuh. Ketika Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung meluaskan pengaruhnya ke Jawa Barat, banyak petani yang memiliki ketrampilan membatik hijrah ke Dermayu, sehingga pengaruh Kerajaan Mataram mewarnai penampilan batik Indramayu seperti pada pola sawat, lunglungan, dan ceplok Indramayu yang dihubungkan dengan alam kehidupan nelayan. Indramayu sering juga disebut Dermayon yang dikategorikan sebagai daerah pesisir. Daerah Paoman menjadi salah satu tempat atau sentra batik Indramayu.
Selain dipengaruhi budaya lintas etnis, motif batik Dermayon menggambarkan keadaan pada masa batik tersebut dibuat, seperti motif burung-burung pantai, tanaman pantai, karang laut, hasil laut, ikan, udang, cumi serta kapal atau perahu nelayan, dan lain-lain.
Dengan warna natural yang menggambarkan laut dan alam sekitarnya yang terlihat masih sederhana dan tradisional. Cirebon, Indramayu, Garut, Tasikmalaya, Ciamis merupakan daerah pembatikan lama yang mampu bertahan hingga saat ini.
Di wilayah lain Jawa Barat terdapat pula perkembangan daerah baru pembatikan. Batik Kuningan, Majalengka, Sumedang, Cimahi, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Subang, merupakan beberapa daerah yang memiliki batik. Keberadaan dan perkembangan wilayah baru pembatikan telah menjadi bukti bahwa batik telah berkembang di berbagai wilayah Jawa Barat khususnya karena adanya kesempatan, penghargaan dan kebanggaan pada kekuatan budaya lokal yang menjadi warisan tak benda yang sangat berharga. ***
Sumber:
S. Ken Atik, 2012, Adumanis, Pesona Citta Batik Jawa Barat, Jakarta: Museum Tekstil Jakarta
source link: Kekunaan
Admin 081357848782 (0)