Klungkung, tribunus.co.id – Dugaan kasus pedofilia di Ashram Gandhi Puri Sevagram, Klungkung diminta untuk dihentikan. Hal ini juga disampaikan oleh Psikiater ahli kejiwaan Profesor Luh Ketut Suryani dengan alasan mengacu rilis Polda Bali 20 Februari lalu.
Padahal Maret 2015 lalu, ahli kejiwaan yang cukup terkenal di Bali ini sangat berharap kasus ini terkuak. Bahkan Luh Ketut Suryani diduga kuat meminta salahsatu aktivis dari 7 orang aktivis perlindungan perempuan dan anak yang hadir di rumahnya, untuk membaca empat dokumen yang di antaranya berisi pengakuan terduga pedofil yang sudah ditandatanganinya.
Tidak hanya itu, Luh Ketut juga memercayai untuk membaca dokumen dan menilai kepada aktivis yang pernah mengawal kasus Angeline, apakah ada unsur yang cukup jika dilaporkan.
Dan kini, perubahaan drastis sikap Prof Suryani untuk menghentikan kasus pedofilia dengan terduga pelaku seorang tokoh spiritual besar di Bali ini tentunya menjadi tandatanya besar.
“Statemen sudah jelas dari surat Polda Bali yang menyatakan kalau yang terindikasi korban tidak mau melanjutkan kasus ini. Kalau anda menjadi korbannya, apakah anda mau kasus ini dibuka kembali?” tanya Suryani, Selasa (5/3) malam.
“Coba renungkan baik-baik sebelum anda menggali suatu kasus. Apakah tidak ada niatan lain dari anda atau orang tersebut yang katanya melindungi anak dan korban untuk kepentingan pribadi atau golongan semata? Tolong hormati privacy orang-orang tersebut, terima kasih,” kata profesor.
“Silahakan dibaca yang dilingkari merah itu dengan baik benar dan seksama kemudian renungkan,” pintanya kepada kabaRI.id, Selasa (5/3) pukul 21.12
Namun Prof Suryani enggan menjawab, ketika ditanya tentang dokumen yang berisi pengakuan terduga pedofil, Senin (5/3) pukul 21.25.
Fenomena kasus ini sangat menyita perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Kabinet kerja 2014-2019. Rumornya, dalam waktu dekat ini Kementerian yang dipimpin oleh Menteri Yohana Susana Yembise ini segera datang ke Bali.
Rumor ini tidak dibantah oleh Ipung. Namun, salahsatu aktivis perlindungan perempuan dan anak yang ikut pertemuan pada Maret 2015 lalu ini belum bisa memastikan waktunya. “Kita lihat saja nanti,” ujarnya singkat. (hartanto - ono)
Keterangan Foto: rilis dari Polda Bali
Admin 081357848782 (0)