GARUT, TRIBUNUS.CO.ID - Kembali sidang Duplik digelar hari Kamis tanggal 31 Mei 2018 di PN Garut, dan Kuasa Hukum Mustofa Hadi Karya membantah apa yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Repliknya.
Bantahan Dupliknya atas Replik JPU Cucu Sulistyowati, SH, kata Dian Wibowo saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis malam (31/5). "ini merupakan kasus yang tak layak disidangkan, karena proses dari awal sudah terbaca tidak adanya bukti bukti kuat klien saya (MHK) melanggar berbagai pasal alternatif yang dituduhkan penyidik Polres Garut dan JPU." Jawab Dian.
Bahkan ditegaskan Dian, saat masuk persidangan dakwaan, Mustofa Hadi Karya sangat patuh dan taat peraturan sidang meski dakwaan di bantahnya karena tidak sesuai dengan fakta fakta kejadian, namun Majelis Hakim meminta MHK untuk menahan diri 'nanti kamu ada bagiannya tersendiri untuk pembelaan' kata Dian menirukan ketua sidang Majelis Hakim Isabela Samelina, SH.
"Patut diketahui, terlepas adanya pengakuan atau tidak terhadap isi dakwaan, hal tersebut tidak membuktikan MHK bersalah. Justru seharusnya tugas Jaksa Penuntut Umumlah yang harus membuktikan klien saya Mustofa Hadi Karya apakah benar bersalah atau tidak dengan alat bukti yang dihadirkan serta fakta fakta persidangan." Beber Dian.
Lanjut Dian, dalam beberapa kali sidang, saudara Penuntut Umum menerapkan dan mengedepankan asas praduga bersalah dan bukan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) yang sudah barang tentu bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) terdakwa.
"Sepanjang jalannya persidangan MHK, saya tidak menemukan adanya dua (2) alat bukti kuat dan fakta fakta persidangan bahwa Mustofa Hadi Karya melanggar ketentuan pasal 369 ayat 1 KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP. Untuk itu saya berkeyakinan tinggi bahwa Mustofa Hadi Karya tidak terbukti secara SAH dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum." Jelas Dian.
Ini menarik sorotan publik, dimana hukum dipertontonkan dengan membalikan fakta kebenaran dengan pembenaran atas dasar pesanan, kepentingan pribadi dan golongan, sambung Dian. Faktanya, dalam kesaksian pelapor maupun saksi pemberi tidak ada kesingkronan pernyataan di depan majelis hakim.
"Pernyataan Jaksa Penuntut Umum Cucu Sulistyowati dengan Repliknya terkesan dipaksakan terhadap Klien saya MHK karena telah melakukan fungsi kontrol sosial, tetapi JPU bilang bahwa klien saya telah membuat kerugian orang lain yakni kades Wawan selaku pencari keadilan yang menderita kerugian baik moril maupun materiil, dimana kades Wawan adalah seorang pejabat desa yang merasa apakah senang atau tidak senang ketika informasi desanya di ketahui oleh orang lain khususnya yang terkait anggaran dana desa 2016 di desanya.sehingga kentallah unsur rekayasa dan penjebakan
"Tidak ada alasan bagi Majelis Hakim untuk mempidanakan lebih lama Mustofa Hadi Karya, bukti bukti yang dihadirkan JPU dan fakta fakta persidangan tidak ada hal yang mengarah pada prilaku Mustofa Hadi Karya melanggar beberapa pasal alternatif yang dibuat Jaksa Penuntut Umum." Tandas Dian.
Bahkan sudah ada pernyataan tertulis dari Kades Wawan dan para saksi tertanggal 2 Maret 2018 yang menyatakan mencabut tuntutan hukum kepada Mustofa Hadi Karya. Rinci Dian Wibowo pada Wartawan.
"Mudah-mudahan majelis hakim melihat nota pembelaan dan duplik kami supaya dapat mengambil keputusan yang benar dan berkeadilan bagi terdakwa MHK, seperti yang dikutip dari Sarjana Hukum terkenal Sir William Blackstone dalam karyanya 'it is netter that ten quilty person escape than that one innocent suffer' lebih baik melepas sepuluh orang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah." Tutup Dian. (red)
Sumber: Dian Wibowo, SH
Penulis: Sogi/Noel/Anna
Admin 081357848782 (0)