Di beberapa ratus meter dari dinding Kota Lama Al-Quds terdapat tempat-tempat suci bagi miliaran umat beragama di dunia.
Kota ini dimuliakan oleh umat Islam karena di dalamnya terdapat tempat suci berupa Kubah Al-Sakhra (Dome of the Rock) dan Masjid Al-Aqsa yang merupakan kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke Kaabah di Mekkah Al-Mukarramah, Arab Saudi. Karena itu, Al-Quds menjadi kota suci ketiga setelah Mekkah Al-Mukarromah dan Madinah Al-Munawwarah.
Di bagian bawah komplek Masjidil Haram juga terdapat Dinding Ratapan yang merupakan peninggalan terakhir kuil Yahudi yang dihancurkan oleh pasukan Romawi pada tahun 70 Masehi dan menjadi tempat yang paling disucikan oleh kaum Yahudi.
Di Al-Quds juga terdapat Geraja Al-Qiyamah (Church of the Holy Sepulchre) yang tergolong tempat paling suci dan penting bagi umat Kristiani di dunia, dan di dalamnya terdapat makam bersejarah abad ke-19 yang didirikan di posisi yang diyakini oleh umat Kristen sesuai kitab suci Injil mereka sebagai makam Nabi Isa Al-Masih as.
Klaim Yahudi
Bertolak dari faktor keagamaan dan politik, kaum Yahudi mengklaim Al-Quds sebagai ibu kota historis mereka sejak 3000 tahun silam. Sesuai khazanah keagamaan Yahudi, di Al-Quds juga terdapat kuil Yahudi yang telah dua kali dihancurkan, dan kota ini merupakan ibu kota kerajaan Israel yang dipimpin oleh Raja Daud pada Abad ke-10 SM sebelum kemudian kerajaan dinasti Yahudi Hasmonean.
Setelah berdiri pada tahun 1948 Israel menjadikan bagian barat Al-Quds sebagai ibu kotanya, sementara bagian timurnya tetap berada di bawah kewenangan Yordania. Pasca perang enam hari pada tahun 1967, Israel menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Al-Quds Timur.
Pada tahun 1980 Israel menganeksasi Al-Quds yang mengumumkannya sebagai ibu kota Israel untuk selamanya, namun tidak diakui oleh masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat (AS). Masyarakat internasional menganggap Al-Quds Timur sebagai kota pendudukan.
Ajang Konflik
Bagi orang Palestina yang mendambakan kemerdekaan, membela Al-Quds dan Al-Aqsa merupakan semangat yang menyatukan dan memperkuat barisan mereka. Al-Aqsa menjadi salah satu sumber ketegangan yang berlarut.
Karena faktor historis, Al-Aqsa berada di bawah kewenangan Yordania, tapi secara de facto gerbang kompleknya dikuasai oleh pasukan keamanan Israel. Pada waktu-waktu tertentu otoritas Israel memperkenankan kaum Yahudi memasuki halaman Al-Aqsa, tapi di bawah pengawasan aparat dan tidak diperbolehkan beribadah di sana.
Para ekstremis Yahudi memanfaatkan izin masuk ke halaman Al-Aqsa melalui Gerbang Al-Magharibah (Dung Gate) untuk masuk ke dalam Masjid Al-Aqsa sembari meneriakkan slogan-slogan keagamaan mereka dan bersumbar akan menggusur masjid ini dengan kuil Yahudi.
Hal ini tak pelak mengundang kekuatiran orang-orang Palestina terhadap kemungkinan Israel akan membuat pembagian waktu dan tempat, jam-jam pagi untuk umat Yahudi, dan selebihnya untuk orang Palestina.
Kondisi yang dihasilkan oleh perang 1967 memungkinan umat Islam memasuki Masjid Al-Aqsa kapan saja siang dan malam, sedangkan kaum Yahudi hanya diperbolehkan di sebagian waktu saja untuk sekedar berkunjung tanpa boleh menunaikan ibadah, dan otoritas Israel mengaku ingin tetap mempertahankan kondisi ini.
Pada September 2000 terjadi intifada Palestina setelah perdana menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, berkunjung ke halaman Al-Aqsa.
Pada Juli lalu terjadi aksi protes dan kekerasan yang meluas setelah Israel mencoba memasang pintu pemindai logam di semua gerbang komplek Al-Aqsa. Aksi protes keras yang berlangsung selama dua minggu itu membuat Israel terpaksa membongkar alat pemindai tersebut dan menyatakan tidak akan memasangnya lagi. (mm)
Sumber: Ray Al-Youm, AFP
Admin 081357848782 (0)