Gangguan Fungsional Saluran Cerna Sebagai Penyebab Sulit Makan
Gangguan fungsi saluran cerna dianggap sebagai penyebab utama gangguan sulit makan pada anak. Gangguan ini seringkali dianggap normal dan untuk mendiagnosis harus dengan melakukan ekslusi penyakit lainnya. Terdapat banyak pemeriksaan yang rumit, invasif dan mahal untuk melakukan kriteris ekslusi. Gangguan fungsi saluran cerna sering terjadi pada penderita alergi makanan dan hipersensitif makanan. Dengan melakukan eliminasi
Sampai saat ini orangtua ataupun klnisi jarang sekali memfokuskan penyebab sulit makan. Selama ini yang terjadi adalah memberi vitamin dan upaya strategi cara pemberian makan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Judarwanto W penyebab paling sering adalah gangguan fungsi saluran cerna. Selama ini gangguan fungsi saluran cerna ini dianggap normal karena memang organ saluran cerna yang ada dalam keadaan normal. Karena hal inilah selama ini gangguan sulit makan sulit diatasi tanpa mengintervensi penyebab sulit makan. Gangguan fungsi saluran cerna ini sering terjadi pada penderita alergi makanan dan hipersensitif makanan.
Gangguan Fungsi Saluran Cerna suatu penyakit fungsional.
Konsep dari penyakit fungsional adalah terutama bermanfaat ketika membicarakan penyakit dari saluran pencernaan. Konsep diterapkan pada organ-organ berotot dari saluran pencernaan; kerongkongan, lambung, usus kecil, kantong empedu, dan kolon (usus besar). Yang dimaksud dengan istilah fungsional adalah bahwa salah satu dari keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak bekerja secara normal, dan sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang terletak didalam otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari sumsum tulang belakang (spinal cord) dan otak.
Beberapa penyakit saluran pencernaan dapat dilihat dan didiagnosis dengan mata telanjang, seperti borok-borok dari lambung. Jadi, borok-borok (ulcers) dapat terlihat pada operasi, pada x-rays, dan pada endoscopies. Penyakit-penyakit lain tidak dapat dilihat dengan mata telanjang namun dapat dilihat dan didiagnosis dengan mikroskop. Contohnya, penyakit celiac dan collagenous colitis didiagnosis oleh pemeriksaan mikroskop dari biopsi-biopsi usus kecil dan usus besar (kolon). Berlawanan dengannya, penyakit-penyakit fungsi saluran pencernaan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan mikroskop. Pada beberapa kejadian-kejadian, fungsi abnormal dapat didemonstrasikan dengan tes-tes, contohnya, studi-studi pengosongan lambung atau studi-studi kemampuan bergerak (motility) antro-duodenal. Bagaimanapun, tes-tes ini seringkali adalah kompleks, tidak tersedia secara luas, dan tidak mendeteksi secara terpercaya kelainan-kelainan fungsional. Oleh sebab itu, penyakit-penyakit pencernaan fungsional adalah yang melibatkan fungsi abnormal dari organ-organ pencernaan dimana kelainan-kelainan tidak dapat dilihat pada organ-organ dengan salah satu dari keduanya yaitu mata telanjang atau mikroskop.
Kadang penyakit-penyakit yang awlnya diduga fungsional selanjutnya ditemukan suatu gangguan organik atau dapat dilihat. Akhirnya penyakit tersebut tidak masuk kategori fungsional. Suatu contoh dari ini adalah infeksi Helicobacter pylori dari lambung. Banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala usus bagian atas yang ringan yang diperkirakan mempunyai fungsi abnormal dari lambung atau usus-usus telah ditemukan mempunyai suatu infeksi dari lambung dengan Helicobacter pylori. Infeksi ini dapat didiagnosis dengan melihat bakteri dan peradangan (gastritis) yang disebabkannya dibawah mikroskop . Ketika pasien-pasien dirawat dengan antibitotik-antibiotik, Helicobacter, gastritis, dan gejala-gejala hilang. Jadi, pengenalan dari infeksi Helicobacter pylori mengeluarkan beberapa penyakit-penyakit pasien dari kategori fungsional.
Perbedaan antara penyakit fungsional dan penyakit bukan fungsional mungkin dalam kenyataannya adalah kabur. Jadi, bahkan penyakit-penyakit fungsional kemungkinan mempunyai kelainan-kelainan biokimia atau molekul yang berkaitan yang akhirnya akan mampu diukur. Contohnya, penyakit-penyakit fungsional dari lambung dan usus-usus mungkin akhirnya ditunjukan disebabkan oleh tingkatan-tingkatan yang berkurang dari kimia-kimia yang normal didalam organ-organ pencernaan, sumsum tulang belakang (spinal cord), atau otak. Haruskah suatu penyakit yang ditunjukan disebabkan oleh suatu pengurangan kimia tetap dipertimbangkan sebagai suatu penyakit fungsional ? Saya kira tidak. Pada situasi teoritis ini, kita tidak dapat melihat kelainan dengan mata telanjang atau mikroskop, namun kita dapat mengukurnya. Jika kita dapat mengukur suatu kelainan yang berkaitan atau yang menyebabkannya, penyakitnya kemungkinan harus tdak lagi dipertimbangkan sebagai fungsional.
Meskipun kekurangan-kekurangan dari istilah, fungsional, konsep dari suatu kelainan fungsional adalah bermanfaat untuk pendekatan banyak gejala-gejala yang berasal dari organ-organ berotot saluran pencernaan. Konsep ini terutam diterapkan pada gejala-gejala untuk mana tidak ada kelainan-kelainan yang berkaitan yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau mikroskop.
Ketika IBS adalah suatu penyakit fungsional utama, adalah penting untuk menyebutkan suatu penyakit fungsional utama kedua dirujuk sebagai dyspepsia, atau dyspepsia fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia diperkirakan berasal dari saluran pencernaan bagian atas; kerongkongan, lambung, dan bagian pertama dari usus kecil. Gejala-gejala termasuk ketidakenakan perut bagian atas, perut kembung (perasaan subyektif dari kepenuhan perut tanpa penggelembungan yang obyektif), atau penggelembungan yang obyektif (pembengkakan atau pembesaran). Gejala-gejala mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan makanan-makanan. Mungkin ada mual dengan atau tanpa muntah dan cepat kenyang (suatu perasaan kekenyangan setelah makan hanya sejumlah kecil makanan).
Studi kelainan-kelainan fungsional dari saluran pencernaan seringkali dikategorikan oleh organ yang terlibat. Jadi, ada kelainan-kelainan fungsional dari kerongkongan, lambung, usus kecil, kolon (usus besar), dan kantong empedu. Jumlah penelitian dari kelainan-kelainan fungsional telah difokuskan kebanyakan pada kerongkongan dan lambung (seperti dyspepsia), mungkin karena organ-organ ini adalah mudah untuk dicapai dan dipelajari. Penelitian kedalam kelainan-kelainan fungsional yang mempengaruhi usus kecil dan usus besar adalah lebih sulit untuk dilaksanakan dan ada lebih sedikit kesepakatan diantara studi-studi penelitian. Ini kemungkinan adalah suatu refleksi dari kerumitan dari aktivitas-aktivitas dari usus kecil dan usus besar dan kesulitan dalam mempelajari aktivitas-aktivitas ini. Penyakit-penyakit fungsional dari kantong empedu, seperti yang dari usus kecil dan usus besar, juga adalah lebih sulit untuk dipelajari.
Suatu penyakit fungsional. Konsep dari penyakit fungsional adalah terutama bermanfaat ketika mendiskusikan penyakit dari saluran pencernaan. Konsep diterapkan pada organ-organ berotot dari saluran pencernaan; kerongkongan, lambung, usus kecil, kantong empedu dan usus besar.
Istilah fungsional adalah bahwa salah satu dari keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak bekerja secara normal, dan sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang terletak didalam otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari sumsum tulang belakang dan otak.
Beberapa penyakit saluran pencernaan non fungsional atau gangguan organ dapat dilihat dengan mengamati tanda gangguannya, Seperti luka di lambung dapat terlihat pada operasi, pada x-rays, dan pada endoscopi. Penyakit-penyakit lain tidak dapat dilihat dengan mata telanjang namun dapat dilihat dan didiagnosis dengan pemeriksaan khusus. Misalnya pada penyakit celiac dan collagenous colitis didiagnosis oleh pemeriksaan mikroskop dari biopsi-biopsi usus kecil dan usus besar.
Berbeda dengan gangguan tersebut, penyakit-penyakit fungsi saluran pencernaan tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan penunjang dengan mikroskop. Pada beberapa kejadian-kejadian, fungsi abnormal dapat didemonstrasikan dengan tes-tes, contohnya, studi-studi pengosongan lambung atau studi-studi kemampuan bergerak (motility) antro-duodenal. Berbagai pemeriksaan jenis ini seringkali mahal, sangat kompleks, tidak tersedia secara luas, dan tidak mendeteksi secara terpercaya kelainan-kelainan fungsional. Oleh sebab itu, penyakit-penyakit pencernaan fungsional adalah yang melibatkan fungsi abnormal dari organ-organ pencernaan dimana kelainan-kelainan tidak dapat dilihat pada organ-organ dengan salah satu dari keduanya yaitu mata telanjang atau mikroskop.
Adakalanya, penyakit-penyakit yang diperkirakan adalah fungsional akhirnya ditemukan berhubungan dengan kelainan-kelainan yang dapat dilihat. Kemudian, penyakit keluar dari kategori fungsional. Misalnya infeksi Helicobacter pylori dari lambung. Banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala usus bagian atas yang ringan yang diperkirakan mempunyai fungsi abnormal dari lambung atau usus-usus telah ditemukan mempunyai suatu infeksi dari lambung dengan Helicobacter pylori. Infeksi ini dapat didiagnosis dengan melihat bakteri dan peradangan (gastritis) yang disebabkannya dibawah mikroskop . Ketika pasien-pasien dirawat dengan antibitotik-antibiotik, Helicobacter, gastritis, dan gejala-gejala hilang. Jadi, pengenalan dari infeksi Helicobacter pylori mengeluarkan beberapa penyakit-penyakit pasien dari kategori fungsional.
Perbedaan antara penyakit fungsional dan penyakit bukan fungsional mungkin dalam falta klinis sangat sulit dibedakan. Jadi, bahkan penyakit-penyakit fungsional kemungkinan mempunyai kelainan-kelainan biokimia atau molekul yang berkaitan yang akhirnya akan mampu diukur. Contohnya, penyakit-penyakit fungsional dari lambung dan usus-usus mungkin akhirnya ditunjukan disebabkan oleh tingkatan-tingkatan yang berkurang dari kimia-kimia yang normal didalam organ-organ pencernaan, sumsum tulang belakang (spinal cord), atau otak.
Meskipun kekurangan-kekurangan dari istilah, fungsional, konsep dari suatu kelainan fungsional adalah bermanfaat untuk pendekatan banyak gejala-gejala yang berasal dari organ-organ berotot saluran pencernaan. Konsep ini terutam diterapkan pada gejala-gejala untuk mana tidak ada kelainan-kelainan yang berkaitan yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau mikroskop.
Gangguan fungsional lain adalah dyspepsia, atau dyspepsia fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia diperkirakan berasal dari saluran pencernaan bagian atas; kerongkongan, lambung, dan bagian pertama dari usus kecil. Gejala-gejala termasuk ketidakenakan perut bagian atas, perut kembung (perasaan subyektif dari kepenuhan perut tanpa penggelembungan yang obyektif), atau penggelembungan yang obyektif (pembengkakan atau pembesaran). Gejala-gejala mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan makanan-makanan. Mungkin ada mual dengan atau tanpa muntah dan cepat kenyang (suatu perasaan kekenyangan setelah makan hanya sejumlah kecil makanan).
Studi kelainan-kelainan fungsional dari saluran pencernaan seringkali dikategorikan oleh organ yang terlibat. Jadi, ada kelainan-kelainan fungsional dari kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar, dan kantong empedu.
Perhatian klinisi pada gangguan fungsional pada kerongkongan dan lambung (dyspepsia) lebih besar. Namun penelitian kelainan fungsional pada usus kecil dan usus besar adalah lebih rumit. Sangat mungkin hal ini yang membuat penyakit fungsional dari empedu, usus kecil dan usus besar relatif lebih belum banyak terungkap.
The Rome II Criteria
Kriteria Rome II menyatakan bahwa diagnosis gangguan fungsi saluran cerna harus terdapat ketidaknyamanan perut selama minggu atau lebih (tidak perlu harus minggu yang berurutan) dalam 12 bulan sebelumnya. Nyeri atau ketidaknyamanan harus mempunyai dua dari tiga ciri-ciri berikut:
1. Pembebasan dengan pembuangan air besar
2. Serangan yang berhubungan dengan suatu perubahan dalam frekwensi feces
3. Gejala lain yang menunjang gangguan fungsi saluran cerna, adalah:
– frekwensi abnormal dari feces-feces (lebih dari 3/per hari atau kurang dari 3/per minggu)
– bentuk feces yang abnormal (bergumpal-gumpal dan keras, atau lepas dan berair)
– pengeluaran feces yang abnormal (ngeden, kebelet, atau perasaan-perasaan belum bersih buang air besarnya)
– Pengeluaran lendir; dan
– kembung (merasakan penggelembungan perut, atau pembesaran).
Kriteria Rome II adalah agak spesifik untuk suatu diagnosis gangguan saluran cerna fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia (mual atau ketidaknyamanan perut setelah makan-makan), penggelembungan perut, dan kentut yang meningkat sendirian tidak jatuh didalam definisi ini.
Eksklusi (Pengeluaran) dari Penyakit Pencernaan Non-Fungsional
Beberapa pemeriksaan dilakukan untuk mengeluarkan penyakit pencernaan non-fungsional. Pemeriksaan tersebut mengidentifikasi penyakit-penyakit anatomik (struktural) dan histologik (mikroskopik) dari usus-usus. Seperti selalu, suatu sejarah yang mendetil dari pasien dan suatu pemeriksaan fisik seringkali akan menyarankan penyebab dari gejala-gejala. Screening tes-tes darah yang rutin seringkali dilaksanakan untuk mencari petunjuk-petunjuk pada penyait-penyakit yang tidak dicurigai. Pemeriksaan-pemeriksaan dari feces juga adalah suatu bagian dari evaluasi karena mereka mungkin mengungkap infeksi, tanda-tanda dari peradangan, atau darah dan mengarahkan pengujian diagnostik lebih lanjut. Pengujian feces yang sensitif (antigen/antibody) untuk Giardia lamblia akan menjadi layak karena infeksi parasitik ini adalah umum dan dapat menjadi akut atau kronis. Beberapa dokter-dokter melakukan pengujian darah untuk penyakit celiac (sprue), namun nilai dari melakukan ini adalah tidak jelas. Lebih dari itu, jika suatu EGD direncanakan, biopsi-biopsi dari usus dua belas jari (duodenum) biasanya akan membuat diagnosis dari penyakit celiac. Keduanya x-rays dan endoscopies dapat mengidentifikasi penyakit-penyakit anatomik. Hanya endoscopies, bagaimanapun, dapat mendiagnosis penyakit-penyakit histologik karena biopsi-biopsi dapat diambil sewaktu prosedurnya. Tes-tes x-ray termasuk:
- Esophagram dan video-fluoroscopic swallowing study untuk menguji kerongkongan
- Rentetan pencernaan bagian atas untuk menguji lambung dan duodenum
- Rentetan usus kecil untuk menguji usus kecil
- Barium enema untuk menguji usus besar dan terminal ileum.
- Tes-tes endoskopi termasuk: Upper gastrointestinal endoscopy (esophago-gastro-duodenoscopy, atau -EGD) untuk menguji kerongkongan, lambung, dan duodenum (usus dua belas jari)
- Colonoscopy untuk menguji usus besar (kolon) dan terminal ileum
- Endoscopy juga tersedia untuk menguji usus kecil, namun tipe dari endoskopi ini adalah kompleks, tidak tersedia secara luas, dan nilai yang tidak terbukti dalam IBS yang dicurigai.
- Untuk pemeriksaan usus kecil, ada juga suatu kapsul yang mengandung suatu kamera kecil yang dapat ditelan. Ketika kapsul berjalan melalui usus-usus, ia mengirim gambar-gambar dari bagian dalam usus-usus ke suatu alat perekam eksternal untuk peninjauan ulang kemudian. Bagaimanapun, kapsul tidak tersedia secara luas dan nilainya pada IBS masih belum terbukti.
- Eksklusi (Pengeluaran) dari Penyakit Non-Usus
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan untuk mencari atau mengeklusi gangguan organ saluran cerna lainnya seperti ultrasonography (US), computerized tomography (CT atau CAT scans), atau magnetic resonance imaging (MRI) perut. X-ray dan endoscopy.
Gangguan Fungsional SSP
Ternyata gangguan fungsional tersebut juga terjadi bukan hanya di saluran cerna organ tubuh lainnya juga mengalami seperti susunan saraf pusat. Seringkali didapatkan anak mengalami kejang tanpa demam, saat diperiksa EEG dalam batas normal. Hal ini sering dikondisikan sebagai gangguan fungsional susunan saraf pusat. Biasanya dalam kasus seperti ini tidak memerlukan obat epilepsi, karena seringkali responnya tidak baik.
Tetapi pada kelompok lain dengan gangguan yang sama didapatkan gambaran EEG yang tidak normal. Pada contoh terakhir ini biasanya terdapat gangguan organ organ berupa gangguan aliran listrik di otak. Kelainan seperti ini pemberian obat epilepsi responnya sangat dan harus diberikan jangka panjang dalam waktu tertentu di hentikan.
Demikian juga gangguan fungsional susunan saraf pusat ternyata seringkali dipicu oleh adanya gangguan fungsi saluran cerna. Gangguan fungsi susunan saraf pusat jenis ini manifestasinya anak aktif, emosi tinggi, gangguan konsentrasi, gangguan tidur dan sebagainya. Gangguan ini dapat dibedakan dengan Autism, karena autism bisa juga masuk gangguan organik. Karena, dalam penelitian beberapa anak Autism mempunya bentuk dan ukuran berbeda pada bagian tertenyu di otaknya.
/ souce: https://beritasepuluh.com/2013/05/09/gangguan-fungsional-saluran-cerna-sebagai-penyebab-sulit-makan/
Gangguan fungsi saluran cerna dianggap sebagai penyebab utama gangguan sulit makan pada anak. Gangguan ini seringkali dianggap normal dan untuk mendiagnosis harus dengan melakukan ekslusi penyakit lainnya. Terdapat banyak pemeriksaan yang rumit, invasif dan mahal untuk melakukan kriteris ekslusi. Gangguan fungsi saluran cerna sering terjadi pada penderita alergi makanan dan hipersensitif makanan. Dengan melakukan eliminasi
Sampai saat ini orangtua ataupun klnisi jarang sekali memfokuskan penyebab sulit makan. Selama ini yang terjadi adalah memberi vitamin dan upaya strategi cara pemberian makan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Judarwanto W penyebab paling sering adalah gangguan fungsi saluran cerna. Selama ini gangguan fungsi saluran cerna ini dianggap normal karena memang organ saluran cerna yang ada dalam keadaan normal. Karena hal inilah selama ini gangguan sulit makan sulit diatasi tanpa mengintervensi penyebab sulit makan. Gangguan fungsi saluran cerna ini sering terjadi pada penderita alergi makanan dan hipersensitif makanan.
foto:suherlyn.com |
Gangguan Fungsi Saluran Cerna suatu penyakit fungsional.
Konsep dari penyakit fungsional adalah terutama bermanfaat ketika membicarakan penyakit dari saluran pencernaan. Konsep diterapkan pada organ-organ berotot dari saluran pencernaan; kerongkongan, lambung, usus kecil, kantong empedu, dan kolon (usus besar). Yang dimaksud dengan istilah fungsional adalah bahwa salah satu dari keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak bekerja secara normal, dan sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang terletak didalam otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari sumsum tulang belakang (spinal cord) dan otak.
Beberapa penyakit saluran pencernaan dapat dilihat dan didiagnosis dengan mata telanjang, seperti borok-borok dari lambung. Jadi, borok-borok (ulcers) dapat terlihat pada operasi, pada x-rays, dan pada endoscopies. Penyakit-penyakit lain tidak dapat dilihat dengan mata telanjang namun dapat dilihat dan didiagnosis dengan mikroskop. Contohnya, penyakit celiac dan collagenous colitis didiagnosis oleh pemeriksaan mikroskop dari biopsi-biopsi usus kecil dan usus besar (kolon). Berlawanan dengannya, penyakit-penyakit fungsi saluran pencernaan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan mikroskop. Pada beberapa kejadian-kejadian, fungsi abnormal dapat didemonstrasikan dengan tes-tes, contohnya, studi-studi pengosongan lambung atau studi-studi kemampuan bergerak (motility) antro-duodenal. Bagaimanapun, tes-tes ini seringkali adalah kompleks, tidak tersedia secara luas, dan tidak mendeteksi secara terpercaya kelainan-kelainan fungsional. Oleh sebab itu, penyakit-penyakit pencernaan fungsional adalah yang melibatkan fungsi abnormal dari organ-organ pencernaan dimana kelainan-kelainan tidak dapat dilihat pada organ-organ dengan salah satu dari keduanya yaitu mata telanjang atau mikroskop.
Kadang penyakit-penyakit yang awlnya diduga fungsional selanjutnya ditemukan suatu gangguan organik atau dapat dilihat. Akhirnya penyakit tersebut tidak masuk kategori fungsional. Suatu contoh dari ini adalah infeksi Helicobacter pylori dari lambung. Banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala usus bagian atas yang ringan yang diperkirakan mempunyai fungsi abnormal dari lambung atau usus-usus telah ditemukan mempunyai suatu infeksi dari lambung dengan Helicobacter pylori. Infeksi ini dapat didiagnosis dengan melihat bakteri dan peradangan (gastritis) yang disebabkannya dibawah mikroskop . Ketika pasien-pasien dirawat dengan antibitotik-antibiotik, Helicobacter, gastritis, dan gejala-gejala hilang. Jadi, pengenalan dari infeksi Helicobacter pylori mengeluarkan beberapa penyakit-penyakit pasien dari kategori fungsional.
Perbedaan antara penyakit fungsional dan penyakit bukan fungsional mungkin dalam kenyataannya adalah kabur. Jadi, bahkan penyakit-penyakit fungsional kemungkinan mempunyai kelainan-kelainan biokimia atau molekul yang berkaitan yang akhirnya akan mampu diukur. Contohnya, penyakit-penyakit fungsional dari lambung dan usus-usus mungkin akhirnya ditunjukan disebabkan oleh tingkatan-tingkatan yang berkurang dari kimia-kimia yang normal didalam organ-organ pencernaan, sumsum tulang belakang (spinal cord), atau otak. Haruskah suatu penyakit yang ditunjukan disebabkan oleh suatu pengurangan kimia tetap dipertimbangkan sebagai suatu penyakit fungsional ? Saya kira tidak. Pada situasi teoritis ini, kita tidak dapat melihat kelainan dengan mata telanjang atau mikroskop, namun kita dapat mengukurnya. Jika kita dapat mengukur suatu kelainan yang berkaitan atau yang menyebabkannya, penyakitnya kemungkinan harus tdak lagi dipertimbangkan sebagai fungsional.
Meskipun kekurangan-kekurangan dari istilah, fungsional, konsep dari suatu kelainan fungsional adalah bermanfaat untuk pendekatan banyak gejala-gejala yang berasal dari organ-organ berotot saluran pencernaan. Konsep ini terutam diterapkan pada gejala-gejala untuk mana tidak ada kelainan-kelainan yang berkaitan yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau mikroskop.
Ketika IBS adalah suatu penyakit fungsional utama, adalah penting untuk menyebutkan suatu penyakit fungsional utama kedua dirujuk sebagai dyspepsia, atau dyspepsia fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia diperkirakan berasal dari saluran pencernaan bagian atas; kerongkongan, lambung, dan bagian pertama dari usus kecil. Gejala-gejala termasuk ketidakenakan perut bagian atas, perut kembung (perasaan subyektif dari kepenuhan perut tanpa penggelembungan yang obyektif), atau penggelembungan yang obyektif (pembengkakan atau pembesaran). Gejala-gejala mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan makanan-makanan. Mungkin ada mual dengan atau tanpa muntah dan cepat kenyang (suatu perasaan kekenyangan setelah makan hanya sejumlah kecil makanan).
Studi kelainan-kelainan fungsional dari saluran pencernaan seringkali dikategorikan oleh organ yang terlibat. Jadi, ada kelainan-kelainan fungsional dari kerongkongan, lambung, usus kecil, kolon (usus besar), dan kantong empedu. Jumlah penelitian dari kelainan-kelainan fungsional telah difokuskan kebanyakan pada kerongkongan dan lambung (seperti dyspepsia), mungkin karena organ-organ ini adalah mudah untuk dicapai dan dipelajari. Penelitian kedalam kelainan-kelainan fungsional yang mempengaruhi usus kecil dan usus besar adalah lebih sulit untuk dilaksanakan dan ada lebih sedikit kesepakatan diantara studi-studi penelitian. Ini kemungkinan adalah suatu refleksi dari kerumitan dari aktivitas-aktivitas dari usus kecil dan usus besar dan kesulitan dalam mempelajari aktivitas-aktivitas ini. Penyakit-penyakit fungsional dari kantong empedu, seperti yang dari usus kecil dan usus besar, juga adalah lebih sulit untuk dipelajari.
Suatu penyakit fungsional. Konsep dari penyakit fungsional adalah terutama bermanfaat ketika mendiskusikan penyakit dari saluran pencernaan. Konsep diterapkan pada organ-organ berotot dari saluran pencernaan; kerongkongan, lambung, usus kecil, kantong empedu dan usus besar.
Istilah fungsional adalah bahwa salah satu dari keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak bekerja secara normal, dan sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang terletak didalam otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari sumsum tulang belakang dan otak.
Beberapa penyakit saluran pencernaan non fungsional atau gangguan organ dapat dilihat dengan mengamati tanda gangguannya, Seperti luka di lambung dapat terlihat pada operasi, pada x-rays, dan pada endoscopi. Penyakit-penyakit lain tidak dapat dilihat dengan mata telanjang namun dapat dilihat dan didiagnosis dengan pemeriksaan khusus. Misalnya pada penyakit celiac dan collagenous colitis didiagnosis oleh pemeriksaan mikroskop dari biopsi-biopsi usus kecil dan usus besar.
Berbeda dengan gangguan tersebut, penyakit-penyakit fungsi saluran pencernaan tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan penunjang dengan mikroskop. Pada beberapa kejadian-kejadian, fungsi abnormal dapat didemonstrasikan dengan tes-tes, contohnya, studi-studi pengosongan lambung atau studi-studi kemampuan bergerak (motility) antro-duodenal. Berbagai pemeriksaan jenis ini seringkali mahal, sangat kompleks, tidak tersedia secara luas, dan tidak mendeteksi secara terpercaya kelainan-kelainan fungsional. Oleh sebab itu, penyakit-penyakit pencernaan fungsional adalah yang melibatkan fungsi abnormal dari organ-organ pencernaan dimana kelainan-kelainan tidak dapat dilihat pada organ-organ dengan salah satu dari keduanya yaitu mata telanjang atau mikroskop.
Adakalanya, penyakit-penyakit yang diperkirakan adalah fungsional akhirnya ditemukan berhubungan dengan kelainan-kelainan yang dapat dilihat. Kemudian, penyakit keluar dari kategori fungsional. Misalnya infeksi Helicobacter pylori dari lambung. Banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala usus bagian atas yang ringan yang diperkirakan mempunyai fungsi abnormal dari lambung atau usus-usus telah ditemukan mempunyai suatu infeksi dari lambung dengan Helicobacter pylori. Infeksi ini dapat didiagnosis dengan melihat bakteri dan peradangan (gastritis) yang disebabkannya dibawah mikroskop . Ketika pasien-pasien dirawat dengan antibitotik-antibiotik, Helicobacter, gastritis, dan gejala-gejala hilang. Jadi, pengenalan dari infeksi Helicobacter pylori mengeluarkan beberapa penyakit-penyakit pasien dari kategori fungsional.
Perbedaan antara penyakit fungsional dan penyakit bukan fungsional mungkin dalam falta klinis sangat sulit dibedakan. Jadi, bahkan penyakit-penyakit fungsional kemungkinan mempunyai kelainan-kelainan biokimia atau molekul yang berkaitan yang akhirnya akan mampu diukur. Contohnya, penyakit-penyakit fungsional dari lambung dan usus-usus mungkin akhirnya ditunjukan disebabkan oleh tingkatan-tingkatan yang berkurang dari kimia-kimia yang normal didalam organ-organ pencernaan, sumsum tulang belakang (spinal cord), atau otak.
Meskipun kekurangan-kekurangan dari istilah, fungsional, konsep dari suatu kelainan fungsional adalah bermanfaat untuk pendekatan banyak gejala-gejala yang berasal dari organ-organ berotot saluran pencernaan. Konsep ini terutam diterapkan pada gejala-gejala untuk mana tidak ada kelainan-kelainan yang berkaitan yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau mikroskop.
Gangguan fungsional lain adalah dyspepsia, atau dyspepsia fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia diperkirakan berasal dari saluran pencernaan bagian atas; kerongkongan, lambung, dan bagian pertama dari usus kecil. Gejala-gejala termasuk ketidakenakan perut bagian atas, perut kembung (perasaan subyektif dari kepenuhan perut tanpa penggelembungan yang obyektif), atau penggelembungan yang obyektif (pembengkakan atau pembesaran). Gejala-gejala mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan makanan-makanan. Mungkin ada mual dengan atau tanpa muntah dan cepat kenyang (suatu perasaan kekenyangan setelah makan hanya sejumlah kecil makanan).
Studi kelainan-kelainan fungsional dari saluran pencernaan seringkali dikategorikan oleh organ yang terlibat. Jadi, ada kelainan-kelainan fungsional dari kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar, dan kantong empedu.
Perhatian klinisi pada gangguan fungsional pada kerongkongan dan lambung (dyspepsia) lebih besar. Namun penelitian kelainan fungsional pada usus kecil dan usus besar adalah lebih rumit. Sangat mungkin hal ini yang membuat penyakit fungsional dari empedu, usus kecil dan usus besar relatif lebih belum banyak terungkap.
The Rome II Criteria
Kriteria Rome II menyatakan bahwa diagnosis gangguan fungsi saluran cerna harus terdapat ketidaknyamanan perut selama minggu atau lebih (tidak perlu harus minggu yang berurutan) dalam 12 bulan sebelumnya. Nyeri atau ketidaknyamanan harus mempunyai dua dari tiga ciri-ciri berikut:
1. Pembebasan dengan pembuangan air besar
2. Serangan yang berhubungan dengan suatu perubahan dalam frekwensi feces
3. Gejala lain yang menunjang gangguan fungsi saluran cerna, adalah:
– frekwensi abnormal dari feces-feces (lebih dari 3/per hari atau kurang dari 3/per minggu)
– bentuk feces yang abnormal (bergumpal-gumpal dan keras, atau lepas dan berair)
– pengeluaran feces yang abnormal (ngeden, kebelet, atau perasaan-perasaan belum bersih buang air besarnya)
– Pengeluaran lendir; dan
– kembung (merasakan penggelembungan perut, atau pembesaran).
Kriteria Rome II adalah agak spesifik untuk suatu diagnosis gangguan saluran cerna fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia (mual atau ketidaknyamanan perut setelah makan-makan), penggelembungan perut, dan kentut yang meningkat sendirian tidak jatuh didalam definisi ini.
Eksklusi (Pengeluaran) dari Penyakit Pencernaan Non-Fungsional
Beberapa pemeriksaan dilakukan untuk mengeluarkan penyakit pencernaan non-fungsional. Pemeriksaan tersebut mengidentifikasi penyakit-penyakit anatomik (struktural) dan histologik (mikroskopik) dari usus-usus. Seperti selalu, suatu sejarah yang mendetil dari pasien dan suatu pemeriksaan fisik seringkali akan menyarankan penyebab dari gejala-gejala. Screening tes-tes darah yang rutin seringkali dilaksanakan untuk mencari petunjuk-petunjuk pada penyait-penyakit yang tidak dicurigai. Pemeriksaan-pemeriksaan dari feces juga adalah suatu bagian dari evaluasi karena mereka mungkin mengungkap infeksi, tanda-tanda dari peradangan, atau darah dan mengarahkan pengujian diagnostik lebih lanjut. Pengujian feces yang sensitif (antigen/antibody) untuk Giardia lamblia akan menjadi layak karena infeksi parasitik ini adalah umum dan dapat menjadi akut atau kronis. Beberapa dokter-dokter melakukan pengujian darah untuk penyakit celiac (sprue), namun nilai dari melakukan ini adalah tidak jelas. Lebih dari itu, jika suatu EGD direncanakan, biopsi-biopsi dari usus dua belas jari (duodenum) biasanya akan membuat diagnosis dari penyakit celiac. Keduanya x-rays dan endoscopies dapat mengidentifikasi penyakit-penyakit anatomik. Hanya endoscopies, bagaimanapun, dapat mendiagnosis penyakit-penyakit histologik karena biopsi-biopsi dapat diambil sewaktu prosedurnya. Tes-tes x-ray termasuk:
- Esophagram dan video-fluoroscopic swallowing study untuk menguji kerongkongan
- Rentetan pencernaan bagian atas untuk menguji lambung dan duodenum
- Rentetan usus kecil untuk menguji usus kecil
- Barium enema untuk menguji usus besar dan terminal ileum.
- Tes-tes endoskopi termasuk: Upper gastrointestinal endoscopy (esophago-gastro-duodenoscopy, atau -EGD) untuk menguji kerongkongan, lambung, dan duodenum (usus dua belas jari)
- Colonoscopy untuk menguji usus besar (kolon) dan terminal ileum
- Endoscopy juga tersedia untuk menguji usus kecil, namun tipe dari endoskopi ini adalah kompleks, tidak tersedia secara luas, dan nilai yang tidak terbukti dalam IBS yang dicurigai.
- Untuk pemeriksaan usus kecil, ada juga suatu kapsul yang mengandung suatu kamera kecil yang dapat ditelan. Ketika kapsul berjalan melalui usus-usus, ia mengirim gambar-gambar dari bagian dalam usus-usus ke suatu alat perekam eksternal untuk peninjauan ulang kemudian. Bagaimanapun, kapsul tidak tersedia secara luas dan nilainya pada IBS masih belum terbukti.
- Eksklusi (Pengeluaran) dari Penyakit Non-Usus
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan untuk mencari atau mengeklusi gangguan organ saluran cerna lainnya seperti ultrasonography (US), computerized tomography (CT atau CAT scans), atau magnetic resonance imaging (MRI) perut. X-ray dan endoscopy.
Gangguan Fungsional SSP
Ternyata gangguan fungsional tersebut juga terjadi bukan hanya di saluran cerna organ tubuh lainnya juga mengalami seperti susunan saraf pusat. Seringkali didapatkan anak mengalami kejang tanpa demam, saat diperiksa EEG dalam batas normal. Hal ini sering dikondisikan sebagai gangguan fungsional susunan saraf pusat. Biasanya dalam kasus seperti ini tidak memerlukan obat epilepsi, karena seringkali responnya tidak baik.
Tetapi pada kelompok lain dengan gangguan yang sama didapatkan gambaran EEG yang tidak normal. Pada contoh terakhir ini biasanya terdapat gangguan organ organ berupa gangguan aliran listrik di otak. Kelainan seperti ini pemberian obat epilepsi responnya sangat dan harus diberikan jangka panjang dalam waktu tertentu di hentikan.
Demikian juga gangguan fungsional susunan saraf pusat ternyata seringkali dipicu oleh adanya gangguan fungsi saluran cerna. Gangguan fungsi susunan saraf pusat jenis ini manifestasinya anak aktif, emosi tinggi, gangguan konsentrasi, gangguan tidur dan sebagainya. Gangguan ini dapat dibedakan dengan Autism, karena autism bisa juga masuk gangguan organik. Karena, dalam penelitian beberapa anak Autism mempunya bentuk dan ukuran berbeda pada bagian tertenyu di otaknya.
/ souce: https://beritasepuluh.com/2013/05/09/gangguan-fungsional-saluran-cerna-sebagai-penyebab-sulit-makan/
Admin 081357848782 (0)