PALEMBANG, TRIBUNUS.CO.ID - Peristiwa sumur minyak ilegal di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peurelak, Aceh Timur, Aceh, meledak dan menewaskan 21 Orang Kemungkinan korban masi bertambah Insiden meledaknya Sumur minyak Ilegal itu terjadi Rabu (25/4), dari 18 orang tewas menjadi 21 orang. Kasus ini menyita perhatian Publik seakan akan kejahatan yang merugikan negara milyaran rupia perharinya ini seakan-akan luput dari perhatian.
Dari kejadian tersebut Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara,langsung mengambil langkah pencegahan preventif mengigat sumur minyak ilegal, juga banyak di wilayah Sumsel.
Tak ingin kejadian tersebut terjadi di Sumsel, jenderal bintang dua itu segera mengeluarkan maklumat kepada jajarannya di Sumsel.
Tidak boleh ada illegal drilling, karena melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. “Kalau melanggar hukum, artinya pelakunya akan kami tindak tegas. Segera saya keluarkan maklumatnya,” ujar Kapolda, kemarin.
Sesuai UU Migas, ditegaskannya kegiatan pengeboran minyak dilakukan oleh perusahaan yang telah menandatangani kontrak kerja sama dengan pemerintah.
Dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Kalau di luar itu, artinya salah. Intinya, illegal drilling itu melanggar hukum,”lanjutnya.
Di Sumsel, kata Kapolda, ada 164 illegal drilling. Paling banyak di Musi Banyuasin dan Banyuasin. Bahkan, dia mendapat laporan lagi adanya 7 sumur minyak ilegal yang dibuka kembali oleh masyarakat. Padahal, sudah berulang terjadi ledakan hingga menimbulkan korban. “Saya ingatkan juga kepada anggota (Polri), jangan coba-coba menjadi beking illegal drilling.
Saya tidak akan pandang bulu. Terbukti terlibat, akan saya tindak tegas,” tegasnya. Sementara itu, semburan api sumur minyak ilegal di Aceh Timur akhirnya padam. Namun, masalah lain muncul. Yakni semburan air bercampur minyak setinggi 40 meter hingga 50 meter. Kondisi itu memaksa Polres Aceh Timur dan PT Pertamina membuat parit dengan radius 150 meter dari lubang sumur minyak ilegal di Desa Pasir Putih, Aceh Timur.
Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro menjelaskan, semburan api akibat gas tersebut sudah padam pukul 07.30. PT Pertamina dibantu petugas polres memberikan zat kimia berupa racun api. ”Pemadaman lebih mudah karena semburan gas juga berkurang,” tuturnya.
Hingga sore kemarin, belum ada tanda-tanda berkurang atau berhentinya semburan air dan minyak itu. ”PT Pertamina menyedotnya menggunakan pompa dan dibuang. Untuk jumlah korban meninggal dunia bertambah, dari 18 orang menjadi 21 orang hingga sore tadi (kemarin). Luka berat sekitar 30 orang,” ungkapnya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Tutuka Ariadji mengatakan penghentian semburan minyak memang bukan masalah yang mudah. “Tekanan pasti cukup tinggi. Ada cara dengan mengebor sumur directional dari jarak yang aman untuk kemudian diinjeksikan semen pada sumur tersebut sampai mati. Hal ini tentunya mahal,” imbuhnya.
Cara lain adalah dengan menutup semburan menggunakan pasir dan foam. “Namun ini teknologi yang dipunyai dari USA. Akan sangat mahal apabila didatangkan dari sana,” pungkas Tutuka.
Di sisi lain Direktur Eksekutif Center of Energy dan Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mempertanyakan pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas musibah yang menelan 21 korban jiwa tersebut. “Seharusnya pejabat pemerintah daerah dan kapolres sangat layak dimintakan pertanggung jawaban mengapa kegiatan ilegal dibiarkan oleh pejabat berwenang yang mengakibatkan jatuh korban. Harusnya bisa dipidana,” ujaranya.
Apalagi musibah tersebut dipastikan telah melanggar sejumlah aturan.
Di antaranya UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 serta Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sumur Tua. Maupun UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009.(rn)
Admin 081357848782 (0)