Jember | TRIBUNUS.CO.ID - Bertempat di Gedung Pertemuan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember Jll Kalimantan Jember, pada acara tersebut dikupas bagaimana kekejaman PKI pada tahun 1965 yang melakukan perongrongan terhadap pemerintahan syah yang memakan korban termasuk dari kalangan ulama.
Acara yang digelar oleh Aswaja Nahdatul Ulama Jember tersebut dihadiri Ketua MUI Jember Prof Halim Subahar, Wakil Ketua PCNU KH Misbahul Salam , Dosen Fakultas Hukum Adam Muhshi, M.H, Dandim 0824 Letkol Inf Rudianto, KH Lutfi Ahmad Pengasuh Ponpes Madinatul Ulum Cangkring Jenggawah.
Acara tersebut dibuka dengan sambutan KH Misbahul Salam Wakil Ketua PCNU Jember, yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa korban keganasan PKI tidak hanya Militer tetapi banyak sekali ulama yang juga menjadi korban kekejamannya, dan nanti akan kita ikuti testimony KH Lutfi Ahmad sebagai saksi hidup karena Bapak serta Paman nya menjadi Korban Kekejaman PKI.
Dalam simposium tersebut KH Lutfi Ahmad menyampaikan testimoni kesaksiannya terkait kekejaman PKI yangbtelah menyiksan ayahandan KH Ahmad Saif yang ditahan dan disiksa, dan Pamanya KH Ali Hasan ditembak dan meninggal saat dibawa ke rumah sakit yang keduanya merupakan korban kekejaman PKI Tahun 1965.
Bermula dari rencana Presiden Soekarno yang akan mengadakan rekonsiliasi dengan melibatkan PKI, dengan demikian terjadi pro kontra dikalangan ulama, pada saat tersebut KH Ali Hasan Paman saya ini sebagai salah satu diplomat yang dipercaya Presiden Soekarno banyak didatangi ulama dan dimintai pendapat yang akhirnya dibuatlah opsi-opsi untuk disampaikan Kepada Presiden Soekarno, namun dalam perjalanannya di Juanda Surabaya dihadang dan dilakukan penyiksaan oleh orang-orang PKI, Paman saya ditembak dan Bapak saya disiksa dan ditahan, sedangkan dokumen yang dibawa dirampas.
kemudian acara dillanjutkan diskusi terkait dengan faham komunis yang bangkit lagi dan bagaimana kita menyikapi keadaan tersebut karena sudah jelas banyak korban ulama oleh kekejaman komunis baik pada tahun 1948 maupun pada tahun 1965, sehingga faham komunis jangan diberi kesempatan berkembang di Indonesia aplagi menggantikan Pancasila sebagai idiologe negara kita.
Dari diskusi tersebut diakhir acara Letkol Inf Rudianto yang diberikan kesempatan memberikan tanggapan menjelaskan bahwa sudah jelas PKI itu dilarang di Indonesia dan hal tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi, kemudian kita harus menggersangkan kehidupan PKI di Indonesia.
Bagaimana cara kita menggersangkan, kita cerdaskan generasi bangsa, yang Kyai kita asuh santri-santri kita dengan baik dan cerdas, kita berikan pemahaman tentang Pancasila sebagai satu-astunya idiologi negara kita melalui berbagai kegiatan contohnya nonton bareng film G 30 S /PKI ini dan lain-lain sehingga faham komunis maupun faham lainnya tidak sempat tumbuh di Bumi Indonesia ini.